-->

Tuesday 8 December 2015

SIGALOVADA SUTTA

SIGALOVADA SUTTA


Demikianlah yang Ku dengar: 

Pada suatu hari Sang Bhagava bersemayam di dekat Rajagaha di Veluvana di Kalandakanivapa (Tempat Pemeliharaan Tupai). Pada waktu itu Sigala yang muda belia, putera seorang kepala keluarga, bangun pagi-pagi sekali, pergi keluar Rajagaha. Dengan rambut dan pakaian basah ia mengangkat tangan yang dirangkap, menyembah berbagai arah bumi dan langit: Timur, Selatan, Barat, Utara, Bawah dan Atas. 

Pada pagi itu Sang Bhagava setelah berkemas pagi-pagi sekali dengan mengenakan jubah dan membawa mangkok memasuki Rajagaha untuk Pindapata. Ketika Beliau melihat Sigala yang muda belia sedang memuja, Beliau bertanya:


"Kepala keluarga yang muda belia, mengapa engkau bangun pagi-pagi dan meninggalkan Rajagaha dengan rambut dan pakaian basah, serta memuji berbagai arah bumi dan langit?" 

"Bhante, ayah hamba ketika mendekati ajalnya, telah berpesan kepada hamba: 'Ananda yang baik, engkau harus menyembah berbagai arah bumi dan langit'. Demikian Bhante, karena menghormati kata-kata ayah hamba, mengindahkannya, menjunjungnya, menganggap suci, maka hamba bangun pagi-pagi sekali, meninggalkan Rajagaha dan memuja secara demikian." 

"Tetapi dalam agama seorang Ariya, wahai kepala keluarga yang muda belia, enam arah itu seharusnya tidak disembah secara demikian."

"Bagaimanakah, Bhante, dalam agama seorang Ariya, enam arah itu harus disembah? Alangkah baiknya, Bhante, jika Sang Bhagava berkenan mengajarkan sebuah ajaran yang membentangkan cara bagaimana enam arah itu harus disembah dalam agama seorang Ariya. "

"Dengarkanlah, kepala keluarga yang muda belia, perhatikanlah kata-kata ku ini." 

"Baiklah, Bhante," jawab Sigala yang muda belia. "Karena siswa Ariya telah menyingkirkan empat kekotoran tingkah laku (kammakilesa), karena ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat (papakamma) yang didasari oleh empat dorongan, karena ia tidak mengejar enam saluran yang memboroskan kekayaan, maka dengan menjauhi (nasevati) empat belas hal buruk ini, ia adalah seorang pengayom enam arah itu, seorang penakluk (vijaya), yaitu ia akan sejahtera dalam alam ini dan alam berikutnya. Pada saat penghancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga.”

Apakah empat kekotoran tingkah laku yang telah ia singkirkan? Membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, berzinah, dan berbohong. Inilah empat kekotoran tingkah laku yang telah ia singkirkan." 

Demikian sabda Sang Bhagava. 

Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Beliau bersabda pula: 

"Pembunuhan, pencurian, berdusta, perzinaan, untuk semuanya itu tidak sepatahpun kata pujian diberikan oleh Sang Bijaksana.”

Apakah empat dorongan yang membuat orang melakukan perbuatan jahat?Perbuatan jahat dilakukan atas dorongan: Nafsu (chanda gati), kebencian (dosa gati), ketidak tahuan  (moha gati), rasa takut (bhaya gati). Siswa Ariya tidak tersesat oleh dorongan-dorongan ini; ia tidak melakukan perbuatan jahat karena dorongan ini." 

Demikian sabda Sang Bhagava. 

Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Beliau bersabda pula: 

"Barang siapa melanggar Dhamma, karena nafsu atau kebencian, kebodohan batin, dan rasa takut, maka nama baiknya akan menjadi suram. Barang siapa yang belum pernah melanggar Dhamma karena nafsu atau kebenciaan, kebodohan batin, dan rasa takut, maka nama baik akan menjadi penuh dan sempurna, bagaikan rembulan dalam masa purnama siddhi.

Apakah enam saluran untuk menghamburkan kekayaan? 

1. Ketagihan minum-minuman yang memabukkan.
2. Sering berkeluyuran di jalan pada waktu yang tidak tepat.
3. Mengejar tempat-tempat pelesiran.
4. Gemar berjudi.
5. Mempunyai pergaulan yang buruk.
6. Kebiasaan menganggur.

Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, terhadap ketagihan pada minum-minuman yang memabukkan: 

1.   Kehilangan harta.
2.   Bertambahnya pertengkaran.
3.   Mudah terkena penyakit.
4.   Kehilangan watak yang baik.
5.   Menampakkan diri secara tidak pantas.
6.   Melemahkan daya pikir atau kecerdasan.

Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, karena berkeluyuran pada waktu yang tidak tepat: 

1.   Diri sendiri tanpa penjagaan dan perlindungan.
2.   Anak isteri tiada penjagaan dan perlindungan.
3.   Harta bendanya tiada penjagaan dan perlindungan.
4.   Lebih jauh lagi ia dituduh melakukan berbagai tindakan kejahatan yang belum terbukti.
5.   Menjadi sasaran segala macam desas- desus.
6.   Ia akan mengalami banyak kesulitan. 

Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, dari mencari tempat-tempat pelesiran. Ia akan terus menerus berpikir: 

1.   Di manakah ada tari-tarian? 
2.   Di manakah ada nyanyi-nyanyian? 
3.   Di manakah ada musik? 
4.   Di manakah ada pertunjukan? 
5.   Di manakah ada gendang dan tambu? 
6.   Di manakah ada bunyi-bunyian?

Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, bagi orang yang gemar berjudi: 

1.   Jika menang, ia memperoleh kebencian.
2.   Jika kalah, ia tangisi harta bendanya yang telah hilang.
3.   Hartanya yang nyata dihamburkan.
4.   Di pengadilan kata- katanya tidak berharga.
5.   Dipandang rendah oleh sabahat- sahabat dan pejabat- pejabat Pemerintah.
6.   Ia tidak disukai oleh orang-orang yang mencari menantu laki-laki, karena mereka akan berkata: 'Seorang penjudi tidak akan sanggup memelihara isterinya'.

Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, dari pergaulan buruk: 

1.   Setiap penjudi merupakan sahabat dan kawannya.
2.   Setiap pemboros merupakan sahabat dan kawannya.
3.   Setiap pemabuk merupakan sahabat dan kawannya.
4.   Setiap penipu merupakan sahabat dan kawannya.
5.   Setiap tukang memperdayai merupakan sahabat dan kawannya.
6.   Setiap tukang berkelahi merupakan sahabat dan kawannya.

Terdapat enam bahaya, duhai kepala keluarga yang muda belia, dari kebiasaan menganggur:

1.   Ia berkata: 'Terlalu dingin' dan ia tidak bekerja.
2.   Ia berkata: 'Terlalu panas' dan ia tidak bekerja.
3.   Ia berkata: 'Terlalu pagi' dan ia tidak bekerja.
4.   Ia berkata: 'Terlalu siang' dan ia tidak bekerja.
5.   Ia berkata: 'Aku terlalu lapar' dan ia tidak bekerja.
6.   Ia berkata: 'Terlalu kenyang' dan ia tidak bekerja.

Sedangkan apa yang harus dilakukan tetap tidak dikerjakan, harta baru tidak ia dapatkan, dan hartanya yang ada menjadi habis." 

Demikian Sabda Sang Bhagava. 

Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Sang Buddha bersabda pula: "Beberapa sahabat memuji kawan minum. Beberapa orang mengatakan sahabat baik, sahabat baik. Akan tetapi, yang membuktikan dirinya sebagai kawanmu pada waktu bahaya, dialah yang benar-benar boleh dikatakan seorang sahabat."

"Tidur sewaktu matahari telah terbit dan perzinaan. 
Terlibat dalam percekcokan- percekcokan dan berbuat jahat. 
Bersahabat dengan orang- orang jahat dan berhati telengas. 
Inilah enam sebab yang menjadikan orang tergelincir.

Jika ia bersahabat dengan berkawan dengan orang-orang jahat.
Mengatur hidupnya dengan cara jahat. 
Baik di alam ini maupun d alam sana. 
Orang itu akan terperosok dengan menyedihkan
Berjudi dan wanita, minuman keras, tarian dan nyanyian. 
Tidur di waktu siang, berkeluyuran di waktu malam. 
Bersahabat dengan orang jahat, berhati telengas. 
Inilah enam sebab orang terjerumus ke dalam penderitaan.

Berjudi dengan dadu, minum-minuman keras, ia pergi kepada wanita-wanita yang dicintai bagaikan diri sendiri oleh laki-laki lain. 

Mengikuti mereka yang berpikiran gelap, bukan yang berpikiran sadar. Ia menjadi suram bagai bulan terbit dalam purnama tilam. 

Peminum-peminum keras, pemiskin, melarat. 
Haus sewaktu minum, pengejar kedai minuman. 
Bagaikan batu ia tenggelam ke dalam hutang-hutang. 
Cepat sekali ia membawa nista pada keluarganya. 

Barang siapa mempunyai kebiasaan untuk tidur di waktu siang, memandang malam sebagai waktu untuk bangun. Orang yang selalu tidak bertanggung-jawab dan ada di isi dengan anggur. Tidak cakap untuk menjadi kepala keluarga. Terlalu dingin, terlalu panas, terlalu siang, demikian keluhan yang diucapkan. 

Demikian orang yang meloloskan dari pekerjaan yang menunggu. Kesempatan-kesempatan lewat untuk selama-lamannya. Akan tetapi, orang yang menganggap dingin, atau panas sebagai hal yang kecil. Ia tidak akan kehilangan kebahagiaannya dengan cara apapun juga. 

Terdapat empat macam manusia, duhai kepala keluarga yang muda belia, yang harus dianggap sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabat, yaitu: 

1.   Orang yang sangat tamak.
2.   Orang yang banyak bicara, tetapi tidak berbuat sesuatu.
3.   Penjilat.
4.   Pemboros.

Dari mereka ini, orang yang pertama disebutkan diatas, ada empat dasar untuk menganggap mereka sebagai yang berpura-pura menjadi sahabat, yaitu: 

1.   Sangat tamak.
2.   Memberi sedikit meminta banyak.
3.   Melakukan kewajibannya karena takut.
4.   Hanya ingat pada kepentingannya sendiri.

Terhadap orang yang banyak bicara tetapi tidak berbuat sesuatu atas empat alasan untuk dipandang sebagai yang berpura-pura sebagai sahabat, yaitu: 

1.   Ia menyebutkan persahabatan di masa lampau.
2.   Ia menyebutkan persahabatan untuk masa yang akan datang.
3.   Ia berusaha mendapatkan kesayangan seseorang dengan kata-kata kosong.
4.   Jika ada kesempatan untuk memberikan jasa kepada seseorang, ia menyatakan tidak sanggup. 

Terhadap orang penjilat ada empat alasan untuk memandang mereka sebagai yang berpura-pura sebagai sahabat, yaitu: 

1.   Ia menyetujui hal-hal yang salah dan.
2.   Menjauhkan diri dari hal-hal yang baik.
3.   Ia memuji engkau dihadapan seseorang dan.
4.   Bicara buruk tentang diri seseorang dihadapan orang lain. 

Terhadap orang pemboros ada empat alasan untuk memandang mereka sebagai yang berpura-pura sebagai sahabat, yaitu: 

1.   Ia menjadi kawanmu, jika engkau menyerah pada minuman keras.
2.   Ia menjadi kawanmu, jika engkau berkeluyuran di jalanan pada waktu yang tidak tepat.
3.   Ia menjadi kawanmu, jika engkau mencari pertunjukan pentas dan tempat-tempat pelesiran.
4.   Ia menjadi kawanmu, jika engkau gemar berjudi." 

Demikianlah sabda Sang Buddha. 

Setelah bersabda demikian, kemudian bersabda pula: 

"Sahabat yang selalu mencari apa-apa untuk diambil, sahabat yang ucapannya berlainan dengan perbuatannya, sahabat yang menjilat, dan membuat kamu senang dengan yang demikian, sahabat yang gembira dengan cara-cara jahat. Empat ini adalah musuh-musuh. Setelah menyadarinya demikian, biarlah orang bijaksana menghindari mereka dari jauh, seakan mereka jalan yang berbahaya dan menakutkan.

Ada empat jenis, duhai kepala keluarga yang muda belia, sahabat-sahabat yang harus dipandang sebagai sahabat dengan berhati tulus: 

1.   Sahabat penolong.
2.   Sahabat di waktu senang dan susah.
3.   Sahabat yang memberi nasihat yang baik.
4.   Sahabat yang simpati.

Atas empat dasar sahabat yang menolong harus dipandang sebagai sahabat yang berhati tulus, yaitu: 

1.   Ia menjaga dirimu sewaktu kamu tidak siap.
2.   Ia menjaga milikmu sewaktu engkau lengah.
3.   Ia menjadi pelindungmu sewaktu engkau sedang ketakutan.
4.   Jika engkau melakukan tugas, ia memberikan bekal dua kali lipat dari yang kamu perlukan. 

Atas empat dasar sahabat di waktu senang dan susah yang harus dipandang sebagai sahabat yagn berhati tulus, yaitu: 

1.   Ia menceritakan rahasia-rahasia kepadamu.
2.   Ia tidak menceritakan rahasia itu kepada orang lain.
3.   Di dalam kesusahan ia tidak akan meninggalkanmu.
4.   Untuk membela dirimu, ia bersedia mengorbankan nyawanya. 

Atas empat dasar sahabat yang menasihatkan apa yang harus engkau lakukan sebagai yang berhati tulus, yaitu: 

1.   Ia mencegah kamu berbuat salah.
2.   Ia menganjurkan kamu berbuat yang benar.
3.   Ia memberitahukan apa yang belum pernah kamu dengar.
4.   Ia tunjukkan padamu jalan ke alam sugati.

Atas empat dasar sahabat yang bersimpati harus dipandang berhati tulus: 

1.   Ia tidak merasa senang atas kesusahanmu.
2.   Ia merasa senang akan kesejahteraanmu.
3.   Ia mencegah orang lain bicara jelek tentang dirimu.
4.   Ia membenarkan setiap orang yang memuji dirimu." 

Demikian sabda Sang Bhagava. 

Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Sang Bhagava bersabda pula:


"Sahabat yang menjadi kawan penolong, sahabat pada waktu senang dan susah, sahabat yang memberikan apa yang engkau butuhkan dan ia yang menggetar dengan simpati untuk dirimu. Empat jenis sahabat ini adalah orang bijaksana yang harus dikenal sebagai sahabat dan kepada empat sahabat ini ia harus menyediakan dirinya bagikan seorang ibu terhadap anak kandungnya sendiri. 

Orang bijaksana dan cerdas bercahaya bagaikan api yang berkobar-kobar. Ia yang mengumpulkan kekayaannya dengan cara tidak merugikan makhluk lain, bagaikan kumbang yang menjelajah mengumpulkan madu, kekayaannya akan bertumpuk-tumpuk bagaikan sarang semut yang semakin tinggi. 

Dengan kekayaan yang diperoleh dengan cara demikian, seorang upasaka pantas untuk suatu kehidupan berumah tangga. Ia membagi kekayaannya atas empat bagian. Dengan demikian ia akan mendapat persahabatan. 

Satu bagian untuk keperluannya sendiri, 
Dua bagian untuk menjalankan usahanya. 
Bagian keempat disimpan sebagai cadangan. 
Dan cara bagaimanakah, duhai kepala keluarga yag muda belia, siswa yang Ariya melindungi enam arah itu? 

Ke enam arah itu harus dipandang sebagai berikut: 

1.   Ibu dan ayah sebagai arah timur.
2.   Para guru sebagai arah selatan.
3.   Isteri dan anak sebagai arah barat.
4.   Sahabat dan kawan sebagai arah utara.
5.   Pelayan dan buruh sebagai arah bawah.
6.   Petapa dan brahmana sebagai arah atas.
Dalam lima cara seorang anak memperlakukan orang tuanya sebagai arah timur: 

1.   Dahulu aku ditunjang oleh mereka, sekarang aku akan menjadi penunjang mereka. 
2.   Aku akan menjalankan kewajibanku terhadap mereka.
3.   Aku akan pertahankan kehormatan keluargaku.
4.   Aku akan mengurus warisanku.
5.   Aku akan melakukan perbuatan-perbuatan baik dan upacara agama setelah mereka meninggal dunia. 

Dalam lima cara orang tua yang diperlalukan demikian, sebagai arah timur menunjukkan kecintaan mereka kepada anak-anaknya: 

1.   Mereka mencegah ia berbuat kejahatan.
2.   Mereka mendorong supaya ia berbuat baik.
3.   Mereka melatih ia dalam suatu pekerjaan.
4.   Mereka mencarikan pasangan yang pantas bagi anaknya.
5.   Dan menyerahkan warisan pada waktunya.


O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang anak memperlakukan orang tuanya seperti arah Timur. Dalam lima cara inilah orang tua menunjukkan kecintaan mereka kepadanya. Demikianlah arah Timur ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.

Dalam lima cara siswa-siswa harus memperlakukan guru mereka sebagai arah selatan: 

1.   Dengan bangun dari tempat duduk mereka memberi hormat.
2.   Dengan melayani mereka.
3.   Dengan tekad baik untuk belajar.
4.   Dengan memberikan persembahan kepada mereka.
5.   Dan dengan memberikan perhatian sewaktu diberi pelajaran. 

Dan dalam lima cara, guru akan diperlakukan demikian sebagai arah selatan akan berbuat kepada murid-muridnya:

1.   Mereka melatih siswa itu sedemikian rupa, sehingga ia terlatih dengan baik.
2.   Mereka membuat ia menguasai apa yang telah diajarkan.
3.   Mereka mengajarkan secara mendalam ilmu pengetahuan dan kesenian.
4.   Mereka bicara baik tentang muridnya di antara sahabat dan kawan-kawannya.
5.   Mereka menjaga keselamatan muridnya di semua tempat. 

O putera kepala keluarga, dengan lima cara inilah siswa-siswa memperlakukan guru-guru mereka seperti arah Selatan. Dalam lima cara inilah guru-buru mencintai siswa-siswa mereka. Demikianlah arah Selatan ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.

Dalam lima cara seorang isteri harus diperlakukan sebagai arah barat oleh suaminya: 

1.   Dengan perhatian.
2.   Dengan keramah-tamahan.
3.   Dengan kesetiaan.
4.   Dengan menyerahkan kekuasaan rumah tangga kepadanya.
5.   Dengan memberikan barang-barang perhiasan kepadanya. 

Dalam lima cara ini sang isteri membalas cinta suaminya sebagai arah barat: 

1.   Kewajiban-kewajibannya dilakukan dengan sebaik-baiknya.
2.   Berlaku ramah-tamah kepada sanak keluarga dari kedua pihak.
3.   Dengan kesetiaan.
4.   Menjaga barang-barang yang ia bawa.
5.   Pandai dan rajin mengurus segala pekerjaan rumah tangga. 

O putera kepala keluarga, dengan lima cara inilah seorang suami memperlakukan isterinya seperti arah Barat. Dalam enam cara inilah seorang isteri mencintai suaminya. Demikianlah arah Barat ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya. 

Dalam lima cara anggota keluarga memperlakukan sahabat dan kawannya sebagai arah utara: 

1.   Dengan murah hati.
2.   Ramah tamah.
3.   Berbuat untuk kebahagiaan mereka.
4.   Memperlakukan mereka bagaikan memperlakukan diri sendiri. 
5.   Menepati janji.

Diperlakukan dalam lima cara ini, sebagai arah utara, sahabat dan kawan-kawan akan mencintainya: 

1.   Melindunginya sewaktu ia lengah.
2.   Mereka melindungi harta miliknya sewaktu ia lengah.
3.   Mereka menjadi pelindung sewaktu ia berada dalam bahaya.
4.   Mereka tidak akan meninggalkan dia dalam kesulitan.
5.   Mereka menghormati keluarganya. 

O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang warga keluarga memperlakukan sahabat-sahabat dan kawan-kawannya seperti arah Utara. Dalam lima cara inilah sahabat-sahabat dan kawan- kawan mencintainya. Demikianlah arah Utara ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.

Dalam lima cara majikan akan memperlakukan pelayan dan buruhnya sebagai arah bawah: 

1.   Memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan mereka.
2.   Memberikan makanan dan upah kepada mereka.
3.   Merawat mereka sewaktu sakit.
4.   Membagi mereka makanan yang istimewa.
5.   Memberikan mereka liburan pada waktu tertentu. 

Diperlakukan dalam lima cara itu, pelayan dan pekerja akan menjunjung majikan mereka dalam lima cara: 

1.   Mereka bangun lebih pagi daripada majikan mereka.
2.   Mereka beristirahat setelah majikan mereka beristirahat.
3.   Mereka puas dengan apa yang diberikan kepada mereka.
4.   Mereka melakukan kewajiban mereka dengan baik.
5.   Dimana saja mereka akan memuji majikan mereka.

O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang majikan memperlakukan pelayan-pelayan dan karyawan-karyawannya seperti arah bawah. Dalam lima cara inilah pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan mencintainya. Demikianlah arah bawah ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.

Ada lima cara seorang anggota keluarga harus memperlakukan para samana dan brahmana sebagai arah atas : 

1.   Dengan cinta kasih dalam perbuatan.
2.   Dengan cinta kasih dalam ucapan.
3.   Dengan cinta kasih dalam pikiran.
4.   Membuka pintu bagi mereka.
5.   Menunjang keperluan hidup mereka. 

Diperlakukan demikian sebagai arah atas, para samana (petapa) dan brahmana memperlakukan para anggota keluarga itu dalam enam cara: 

1.   Mereka mencegah anggota keluarga melakukan kejahatan.
2.   Mereka menganjurkan ia berbuat kebaikan.
3.   Mereka mencintainya dengan pikiran penuh kasih sayang.
4.   Mereka ajarkan apa yang belum pernah ia dengar.
5.   Mereka memperjelas apa yang telah ia dengar.
6.   Mereka menunjukkan jalan kehidupan ke alam sugati. 

O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang warga keluarga memperlakukan para pertapa dan brahmana seperti arah atas. Dalam enam cara inilah para pertapa dan brahmana menunjukkan kecintaan mereka kepadanya. Demikianlah arah atas ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.”

Demikianlah sabda Sang Bhagava. Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, kemudian Beliau bersabda lagi: 

"Ibu dan ayah adalah arah timur. 
Dan guru-guru adalah arah selatan. 
Isteri dan anak-anak arah barat. 
Sahabat dan kerabat arah utara. 
Pelayan dan buruh arah bawah
Dan arah atas adalah para petapa dan brahmana. 
Orang yang menjalani kehidupan berkeluarga harus menghormati keenam arah ini. 

Orang yang bajik dan bijaksana, 
Lemah lembut dan sungguh-sungguh
Rendah hati dan penurut, 
Ia yang demikian akan memperoleh kehormatan. 

Ia yang bersemangat dan tidak malas
Tidak tergoncang oleh kemalangan
Perilaku yang tidak tercela dan cerdas , 
Ia yang demikian akan memperoleh kehormatan. 

Orang yang ramah dan bersahabat, 
Terbuka dan tidak mementingkan diri sendiri, 
Seorang penurut, penasihat, pemimpin, 
Ia yang demikian akan memperoleh kehormatan. 

Dermawan, ucapan yang ramah, 
Hidup penuh pengabdian, 
Berada di atas semua golongan. 
Selama keadaan menghendakinya.

Empat jalan kemenangan ini membuat dunia berputar seperti pisau pasak pada kereta yang berjalan. 

Jika hal ini ada di dunia, tiada seorang ibu maupun seorang ayah yang tidak akan mendapat penghargaan dan penghormatan dari anak mereka sendiri. 

Oleh karena empat jalan kemenangan ini dipuji oleh para bijaksana dalam berbagai cara; kemuliaan yang akan mereka capai dan pujian yang sudah sepantasnya mereka peroleh." 
Setelah Sang Bhagava bersabda demikian, Sigala, kepala keluarga yang muda belia, berkata demikian: 

"Indah, Bhagava, Indah!

Sang Bhagava, bagaikan seorang yang telah menegakkan apa yang telah roboh, atau membuka apa yang tersembunyi atau menunjukkan jalan kepada yang telah tersesat, atau membawa lampu ke tempat yang gelap sehingga mereka yang mempunyai mata akan dapat melihat. Demikian juga, dhamma yang telah dibabarkan dalam berbagai cara oleh Sang Bhagava kepada saya.

Saya berlindung kepada Sang Bhagava, kepada Buddha, Dhamma dan Sangha. Semoga Sang Bhagava berkenan menerima saya sebagai siswa (upasaka), sebagai seorang yang telah berlindung sejak hari ini sampai akhir hayat."

Sutta Pitaka, Digha Nikaya, Patika Vagga, Sigalovada Sutta (DN 31)

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close