-->

Wednesday 9 December 2015

TIROKUDDA SUTTA

TIROKUDDA SUTTA


Buddha Gautama yang sedang berdiam di Rajagaha menceritakan hal ini berkenaan dengan sejumlah besar peta. Beginilah ceritanya secara rinci.

Pada masa sembilan puluh dua kappa yang lalu, terdapatlah sebuah kerajaan yang bernama Kasi, Rajanya bernama Jayasena dan ratunya bernama Sirima. Sang Boddhisatta yang bernama Phussa terlahir melalui rahim Ratu Sirima.

Setelah Beliau mencapai Penerangan Agung, Raja Jayasena kemudian melekat dengan konsep "Anakku telah melakukan Pelepasan Agung dan menjadi Samma-sambuddha, Sang Buddha adalah milikku, Dhamma adalah milikku, Sangha adalah milikku," dan sepanjang waktu ia mengurus dan melayani Sammasambuddha sendiri dan tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukannya.


Terdapat tiga orang adik lain ibu dari Buddha Phussa yang berpikir, "Kemunculan Sang Buddha adalah untuk keuntungan dari seluruh dunia, tidak untuk kepentingan seseorang saja, dan ayah kami tidak mengijinkan kepada orang lain untuk menggantikannya mengurus Sang Bhagava. Bagaimana caranya kita dapat melayani Sang Buddha dan Sangha." Kemudian mereka berpikir, "Cobalah kita lihat apakah cara ada yang tepat untuk melaksanakan maksud di atas."

Kesempatan tersebut akhirnya muncul juga ketika terjadi pemberontakan di daerah perbatasan kerajaan. Ketika Raja Jayasena mendengar adanya pemberontakan tersebut, ia mengirimkan ketiga orang putranya untuk memadamkan pemberontakan itu.

Setelah semua urusan diselesaikan, mereka kembali ke ibukota, sang raja merasa gembira dan menghadiahkan ketiga anaknya sebuah anugerah, "Apa saja yang kalian ingin, akan saya kabulkan," katanya. Mereka berkata, "Kami ingin melayani Sang Buddha." Raja menjawab, "Yang lain pasti kuijinkan, jangan yang satu itu." Mereka menjawab dengan tegas, "Kami tidak menginginkan yang lainnya." Raja menjawab, "Baik, tetapi dalam jangka waktu terbatas."

Mereka meminta tujuh tahun, tetapi raja tidak mengijinkan. Kemudian mereka menawar berturut-turut enam tahun, lima tahun, empat tahun, tiga tahun, dua tahun, satu tahun, enam bulan, lima bulan, empat bulan, akhirnya tiga bulan, dan Sang Raja mengabulkannya dengan berkata, "Kalian boleh melakukannya." Ketika mereka menerima anugerah tersebut, hati mereka sangat senang. Mereka mengunjungi Sang Buddha, dan setelah memberi hormat, mereka berkata, "Yang Mulia, kami ingin melayani Sang Bhagava selama tiga bulan. Mohon Yang Mulia menyetujuinya untuk masa vassa yang akan datang." Sang Buddha menyetujuinya dengan berdiam diri.

Selanjutnya mereka menulis surat kepada seseorang yang menjadi wakil mereka di desa, yang isinya "Kami akan melayani Sang Buddha selama masa vassa." Didirikanlah vihara untuk kediaman Sang Buddha dan para muridNya dan persiapan segala sesuatu yang diperlukan untuk mengurus segala kepentingan Sang Buddha. Setelah ia mempersiapkan segala sesuatunya, orang tersebut melaporkan kepada ketiga pangeran tersebut. Dengan berpakaian warna kuning, ketiga pangeran dengan diiringi dua ribu lima ratus pembantu pria, mengawal Sang Buddha ke daerah pedesaan, lalu mempersilahkan Sang Buddha untuk berdiam dalam vihara yang telah dipersiapkan, dan melayani Sang Buddha dengan penuh perhatian.

Bendahara mereka, putra seorang umat awam yang sudah menikah, memiliki keyakinan dan bakti yang amat besar. Ia yang mengatur segala kebutuhan materi untuk persembahan dana kepada Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha. Wakil mereka di desa menerima bahan-bahan tersebut dan bersama sebelas ribu penduduk pedesaan, ia mengatur dengan seksama semua persembahan dana tersebut. Namun ada beberapa dari orang- orang tersebut merasa tidak puas di dalam hati mereka. Mereka lalu menghambat pemberian persembahan dana tersebut, mereka mencicipi terlebih dahulu makanan yang akan dipersembahkan, dan menimbulkan kebakaran di ruang makan.

Setelah Upacara Pavarana telah usai, ketiga pangeran memberi hormat kepada Sang Buddha, dan dengan didahului oleh Sang Buddha mereka kembali ke ayah mereka di ibukota. Setelah itu Buddha Phussa, mencapai Parinibbana.

Raja Jayasena, putra-putranya, wakil ketiga pangeran, dan bendaharawannya, kemudian meninggal pada waktunya, dengan para pengikutnya, mereka terlahir di alam surga. Mereka yang hatinya tidak puas terlahir di alam-alam neraka. Dan selama sembilan puluh dua kappa kedua kelompok itu terlahir kembali dari alam surga yang satu ke alam surga yang lain dan dari alam neraka yang satu ke alam neraka yang lain.

Kemudian pada masa Buddha Kassapa, mereka yang dahulu hatinya tidak puas terlahir di alam peta. Ketika para manusia di masa itu melimpahkan jasa dari persembahan dana kepada sanak keluarganya yang telah meningal dengan berdoa, "Semoga jasa-jasa ini melimpah kepada sanak keluargaku yang telah meninggal dunia, dan ternyata hal tersebut membawa keberuntungan.

Ketika para makhluk peta tersebut menyaksikan hal itu, mereka lalu menghampiri Buddha Kassapa dan bertanya, "Yang Mulia, bagaimana caranya agar kami dapat memperoleh pelimpahan jasa juga?" Sang Buddha lalu menjawab, "Kalian tidak akan memperolehnya sekarang, tetapi kelak di jaman Buddha Gotama. Di masa itu akan hidup seorang raja yang bernama Bimbisara. Sembilan puluh dua kappa yang lalu ia adalah sanak keluarga kalian. Apabila ia memberikan persembahan dana kepada Sang Buddha, ia akan melimpahkan jasanya kepada kalian, pada waktu itulah kalian akan memperoleh keberuntungan."

Kemudian setelah lewat masa Buddha Kassapa, Sang Buddha Gotama muncul di dunia ini, dan ketiga anak raja bersama seribu orang pengikutnya meninggal dari alam dewa dan terlahir dalam keluarga brahmana di kerajaan Magadha. Mereka kemudian menjadi pertapa di Gayasisa yang rambutnya dikepang tiga. Wakil mereka di desa menjadi Raja Bimbisara, dan si bendaharawan menjadi bankir Visakha yang beristrikan Dhammadinna. Dan semua pengikut mereka juga terlahir kembali menjadi pengikut Raja Bimbisara.

Setelah Buddha Gotama muncul di dunia, tujuh minggu setelah Buddha Gautama mencapai penerangan sempurna, kemudian Beliau pergi ke Benares, di mana Beliau memutar Roda Dhamma untuk pertama kalinya. Dan setelah menahbiskan lima bhikkhu pertama, Beliau menerima para pertapa dari Gayasisa sebanyak lebih dari seribu orang untuk menjadi pengikutNya.

Selanjutnya Beliau mengajarkan Dhamma kepada Raja Bimbisara sehingga mencapai Sotapana (Pemasuk Arus) , yang datang mengunjungi Beliau bersama sebelas keluarga brahmana dari Magadha. Kemudian di hari berikutnya, Sang Buddha diundang oleh Raja Bimbisara untuk makan di istananya. Di hari berikunya, ketika memasuki Rajagaha, Sang Buddha didahului oleh Sakka, Penguasa Para Dewa, yang memuji Beliau dengan syair yang bermula dengan:

"Ke Rajagaha Beliau datang, terkendali dan terbebas,
Dan bersama Beliau adalah mantan petapa-petapa berambut kusut
Yang terkendali dan terbebas.
Cemerlang bak permata keemasan,
Yang Terberkahi memasuki Rajagaha"

Di istana raja itulah Sang Buddha menerima persembahan dana makanan.

Para penghuni alam peta datang mendekat dan menunggu sambil berharap, "Sekarang sang raja akan melimpahkan jasa kepada kami, sekarang ia akan mempersembahkannya kepada kami." Akan tetapi, Raja Bimbisara pada saat itu hanya berpikir tentang tempat tinggal Sang Buddha, "Di mana Sang Buddha akan berteduh?" dan ia tidak melimpahkan jasa tersebut kepada siapapun juga.

Para makhluk peta tersebut, karena harapannya tidak terpenuhi, menjadi tidak puas dan membuat keributan di sekitar istana raja pada malam harinya. Sang raja terbangun dan ketakutan, dan keesokan harinya ia bertanya kepada Sang Buddha, "Yang Mulia, tadi malam ada suara-suara yang menakutkan, apa yang terjadi pada diriku?" Sang Buddha menjawab dengan tenang, "Jangan takut, raja agung, tidak ada hal buruk yang akan menimpamu. Sanak keluargamu di masa lalu telah terlahir di alam peta, dan dalam masa antara dua Buddha mereka selalu mengharapkan pelimpahan jasa dari persembahan dana yang anda berikan kepadaKu. Kemarin anda tidak melimpahkannya sama sekali, sehingga mereka tidak puas dan membuat keributan." Raja bertanya, "Yang Mulia, apakah mereka akan dapat menerima pelimpahan jasa apabila diberikan sekarang?" "Ya, raja agung,"“Kalau demikian, sudilah kiranya Yang Mulia menerima undangan saya untuk hari ini, dan saya akan mempersembahkan dana itu untuk mereka.” Sang Buddha menyetujui dengan berdiam diri.

Raja Bimbisara kemudian kembali ke istananya untuk mempersiapkan persembahan dana yang melimpah kepada Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha. Lalu Sang Buddha tiba dengan diiringi oleh para muridNya, kemudian duduk di tempat yang disediakan.

Para makhluk peta datang dan berdiri di balik dinding dan berharap, "Hari ini kami akan memperolehnya." Sang Buddha membuat mereka dapat terlihat oleh Raja Bimbisara. Ketika memberikan air persembahan, raja berdoa,"Semoga jasa ini melimpah kepada sanak keluargaku yang telah meninggal." Dan segera terciptalah kolam yang penuh dengan bunga teratai untuk mereka. Mereka lalu mandi dan minum sampai penderitaan, keletihan dan kehausan mereka menghilang. Kini tubuh mereka bersinar seperti emas.

Ketika raja mempersembahkan bubur, makanan dan penganan, yang juga dilimpahkan kepada mereka, pada saat yang sama terciptalah bubur, makanan dan penganan dari surga untuk mereka. Dan setelah mereka menyantap makanan tersebut, tubuh mereka kembali pulih dan sehat. Kemudian ketika raja melimpahkan jasa pemberian pakaian dan tempat tinggal, terciptalah pakaian yang indah, sandal dan istana yang lengkap dengan permadani dan perabot dari surga untuk mereka. Segala kemuliaan mereka ini ditampakkan bagi raja karena Sang Buddha telah menetapkan bahwa memang seharusnya demikian. Ketika raja melihat hal ini, dia merasa amat bersukacita.

Akhirnya para makhluk peta tersebut menghilang atau meninggal di alam peta dan terlahir kembali ke alam yang lebih bahagia.

Setelah selesai makan secukupnya Sang Buddha mengucapkan bait berikut sebagai berkahNya kepada Raja Magadha:

Di balik dinding-dinding mereka berdiri dan menunggu
juga di perempatan dan di pertigaan jalan
mereka kembali ke rumah-rumah yang pernah mereka huni
mereka menunggu di pinggir kusen-kusen pintu

Namun ketika diadakan pesta besar
dengan sajian makanan dan minuman yang beraneka macam
ternyata tak seorangpun yang mengingat makhluk-makhluk itu
akibat dari perbuatan mereka di masa lampau

Demikianlah mereka yang hatinya penuh welas asih
melimpahkan kepada sanak keluarga yang telah meninggal
persembahan makanan dan minuman dengan tulus
yang terbaik dan sesuai dengan saat ini

Semoga jasa-jasa ini melimpah kepada sanak keluarga yang telah meninggal
Semoga para sanak keluarga berbahagia

Para sanak keluarga yang menjadi makhluk peta
yang hadir dan berkumpul di sana
dengan bersemangat akan memberikan doa restu mereka
untuk persembahan makanan dan minuman berlimpah yang mereka terima

"Semoga sanak keluargaku panjang usia
sebab merekalah kami menerima persembahan ini
untuk persembahan yang telah kami terima
si pemberi akan menerima buah dari perbuatan mereka"

Karena di alam peta tidak ada pertanian-perkebunan,
juga tidak ada peternakan,
tidak ada perdagangan,
juga tidak ada pertukaran uang emas
maka sanak keluarga yang menjadi makhluk peta
hidup atas limpahan jasa dari sini

Seperti air yang mengalir dari atas bukit
mengalir ke bawah menuju lembah ngarai
demikianlah persembahan yang diberikan di sini dapat berguna
bagi sanak keluarga yang menjadi makhluk peta

Seperti sungai, bila airnya penuh
akan mengalirkan airnya ke laut.
demikianlah persembahan yang diberikan di sini dapat berguna
bagi sanak keluarga yang menjadi makhluk peta

"Ia banyak memberi kepadaku, ia telah bekerja untukku,
dan ia adalah sanak keluargaku, temanku, atau kekasihku"
berikanlah persembahan, untuk mereka yang telah meninggal
sambil mengingat kembali apa yang telah mereka lakukan

Bukan tetesan air mata, bukan juga ratap tangis,
bukan pula semua jenis perkabungan
dapat menolong mereka yang telah meninggal dunia
itulah yang selama ini dilakukan oleh para keluarga yang ditinggalkan

Akan tetapi apabila persembahan jasa
diberikan kepada Sangha atas nama mereka
maka akan dapat menolong mereka dalam waktu yang lama
di masa datang maupun di masa sekarang

Kewajiban untuk keluarga telah dipertunjukkan
dan bagaimana pelimpahan jasa kepada yang telah meninggal dilaksanakan
dan bagaimana para bhikkhu telah diberikan kekuatan
dan betapa besar jasa kebajikan yang telah anda perbuat

Sutta Pitaka, Khuddaka Nikaya, Petavatthu, Uraga Vagga, Tirokuddapeta Vatthu (Pv I. 5)
Sutta Pitaka, Khuddaka Nikaya, Khuddakapatha, Tirokudda Sutta (Khp 7)

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close