-->

Wednesday 9 December 2015

BAHIYA SUTTA

BAHIYA SUTTA


Demikianlah yang Ku dengar. Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang tinggal didekat Savatthi, di hutan Jeta, vihara milik Anathapindika. Pada waktu itu Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu tinggal di tepi pantai Supparaka. Dia dipuja, dihargai, dihormati, dijunjung, diberi penghormatan, dia juga penerima jubah, makanan persembahan, tempat tinggal, dan kebutuhan obat-obatan untuk yang sakit. Kemudian, ketika dia sedang bertapa, pemikiran ini muncul pada kesadarannya,"Sekarang, diantara mereka didunia yang merupakan arahat atau telah memasuki jalan menuju pada arahat, apakah saya salah satunya?"

Kemudian seorang dewa yang dahulu merupakan kerabat dari Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu memahami pemikiran yang muncul pada kesadaran bahiya. Dengan welas asih, mengharapkan kebahagiaannya, pergi ketempat dimana dia tinggal dan sesampainya berkata padanya, "Engkau, Bahiya, bukan seorang arahat ataupun telah memasuki jalan menuju pada arahat. Engkau tidak melaksanakan latihan yang akan membawamu menjadi seorang arahat atau memasuki jalan menuju tingkat arahat."


"Jika demikian, siapakah, yang didunia ini termasuk para dewa, adalah seorang arahat atau telah memasuki jalan menuju tingkat arahat?"

"Bahiya, ada sebuah kota di bagian utara yang bernama Savatthi. Sang Bhagava, seorang arahat, yang telah mencapai penerangan sempurna, sadar, tinggal disana sekarang. Dia seorang arahat sejati dan dia mengajarkan Dhamma yang menuntun pada kesucian arahat."

Kemudian Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu, yang tergugah secara mendalam oleh kata- kata sang dewa, langsung meninggalkan Supparaka dan dalam satu hari satu malam, pergi ketempat dimana Yang Terberkahi tinggal didekat Savatthi, hutan Jeta, Vihara milik Anathapindika. Pada waktu itu, sejumlah bhikkhu sedang melakukan meditasi berjalan ditempat terbuka. Dia menghampiri mereka dan, sesampainya, berkata, "Dimanakah, tuan- tuan yang mulia, Sang Bhagava tinggal, yang merupakan arahat, yang telah mencapai penerangan sempurna? Kami ingin menemuinya."

"Bahiya, Sang Bhagava telah pergi ke kota untuk menerima dana makanan dari rumah ke rumah."

Kemudian Bahiya, bergegas meninggalkan hutan Jeta dan memasuki Savatthi, melihat Sang Bhagava sedang berjalan menerima dana makanan di Savatthi, tenang, menyenangkan, indria- indrianya tenang, pikirannya dalam keadaan tentram, bebas dari gangguan dan seimbang dalam artian tertinggi, terkendali, terlatih, terlindungi, indria- indrianya terjaga, Seorang Yang Besar. Melihat Sang Bhagava, dia mendekati Sang Bhagava dan berlutut, dengan kepalanya pada kaki Sang Bhagava, dan berkata, "Ajarilah saya Dhamma, O Sang Bhagava! Ajarilah saya Dhamma, O Sugata, untuk kebaikan dan kebahagiaan saya untuk waktu yang lama."

Ketika hal tersebut sudah selesai dikatakan, Sang Bhagava berkata padanya, "Ini bukan waktu yang tepat, Bahiya. Kami akan memasuki kota untuk menerima dana makanan."

Kedua kalinya, Bahiya berkata kepada Sang Bhagava, "Tetapi sulit untuk mengetahui dengan pasti bahaya apa yang akan ada untuk Sang Bhagava, atau bahaya apa yang akan ada untuk diriku. Ajarilah saya Dhamma, O Sang Bhagava! Ajarilah saya Dhamma, O Sugata, untuk kebaikan dan kebahagiaan saya dalam waktu yang lama."

Kedua kalinya, Sang Bhagava berkata padanya, " Ini bukan waktu yang tepat, Bahiya. Kami akan memasuki kota untuk menerima dana makanan." Ketiga kalinya, Bahiya berkata pada Sang Bhagava, "Tetapi sulit untuk mengetahui dengan pasti bahaya apa yang akan ada untuk Sang Bhagava, atau bahaya apa yang akan ada untuk diriku. Ajarilah saya Dhamma, O Sang Bhagava! Ajarilah saya Dhamma, O Sugata, untuk kebaikan dan kebahagiaan saya dalam waktu yang lama."

"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian. Sehubungan dengan apa yang terlihat, hanya ada apa yang terlihat. Sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya ada apa yang terdengar. Sehubungan dengan apa yang dirasakan, hanya ada apa yang dirasakan. Sehubungan dengan apa yang diketahui, hanya ada apa yang diketahui. Demikianlah cara engkau harus melatih dirimu. Ketika untukmu hanya ada yang terlihat sehubungan dengan apa yg terlihat, hanya ada yang terdengar sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang terasa sehubungan dengan apa yang terasa, hanya ada yang diketahui sehubungan dengan apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, dirimu tidak bersama dengan itu. Bahiya, ketika engkau tidak bersama dengan itu, maka engkau tidak sehubungan dengan itu, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak berada disini atau tidak juga berada jauh diluar itu, tidak juga diantara keduanya. Inilah, hanya ini, merupakan akhir dari ketidakpuasan (Dukkha)."

Melalui mendengarkan penjelasan singkat Dhamma dari Sang Bhagava, batin Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu segera saat itu disana terbebaskan dari kekotoran tanpa kemelekatan. Setelah menganjurkan Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu dengan penjelasan singkat Dhamma, Sang Bhagava pergi.

Lalu, tidak lama setelah Sang Bhagava pergi, seekor lembu dengan sekor anaknya menyerang Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu dan beliau meninggal. Kemudian Sang Bhagava, telah pergi menerima dana makanan, setelah makan, kembali dari penerimaan dana makanan dengan sejumlah bhikkhu, melihat Bahiya telah meninggal. Ketika melihatnya, beliau berkata pada para bhikkhu, "O, para bhikkhu, ambillah tubuh Bahiya dan, letakkan pada sebuah tandu dan bawa pergi, dikremasi dan buatkanlah sebuah stupa. Sahabat dalam kehidupan sucimu telah meninggal dunia."

"Baiklah, Yang Mulia," jawab para bhikkhu. Setelah meletakkan tubuh Bahiya ada sebuah tandu, membawanya pergi, dikremasi, dan membuat sebuah stupa, mereka pergi menemui Sang Bhagava dan sesampainya, setelah melakukan penghormatan, duduk disatu sisi. Saat mereka duduk disana, para bhikkhu bertanya pada Sang Bhagava, "Tubuh Bahiya telah dikremasi, Yang Mulia, dan sebuah stupa untuk mengingatnya telah dibuat. Kemanakah dia pergi? Bagaimanakah keadaannya yang akan datang?"

"Para bhikkhu, Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu adalah seorang yang bijaksana. Dia melaksanakan Dhamma sesuai dengan Dhamma dan tidak merepotkanKu dengan masalah yang berhubungan dengan Dhamma. Bahiya pertapa berpakaian kulit kayu, para bhikkhu, sepenuhnya telah mencapai Nibbana Akhir."

Kemudian, dengan menyadari pentingnya hal tersebut, Sang Bhagava pada saat itu berseru:

Dimana air, bumi, api, & angin tidak ada tempat bertumpu,
tidak ada bintang- bintang yang bersinar,
matahari tidak terlihat, bulan tidak muncul,
kegelapan juga tidak ditemukan.

Ketika seorang bijaksana,
seorang brahmana melalui kebijaksanaan, telah memahami sendiri,
dia terbebaskan dari bentuk dan tanpa bentuk,
dari kenikmatan dan rasa sakit.

Sutta Pitaka, Khuddaka Nikaya, Udana, Bodhi Vagga, Bahiya Sutta (Ud 1. 10)

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close