-->

Friday 11 December 2015

SUSUMARA JATAKA

SUSUMARA JATAKA


Kisah ini diceritakan Sang Guru di Jetavana, tentang usaha- usaha Devadatta untuk membunuhNya.

Ketika mendengar usaha- usaha ini, Sang Guru berkata, “Ini bukan pertama kalinya Devadatta mencoba untuk membunuhKu, tetapi dia melakukan hal yang sama sebelumnya, dan bahkan tidak berhasil membuatKu takut.”

Kemudian Beliau menceritakan kisah masa lampau.

Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta terlahir di kaki Gunung Himalaya sebagai seekor kera. Dia tumbuh kuat dan tegap, berbadan besar, makmur, dan tinggal di tikungan Sungai Gangga di dalam hutan yang angker.


Pada masa itu terdapat seekor buaya yang hidup di Sungai Gangga. Istri buaya tersebut melihat badan kera yang besar itu, dan memiliki keinginan untuk memakan jantungnya. Jadi dia berkata kepada suaminya, “Suamiku, saya ingin untuk memakan jantung raja kera yang besar itu!” “Istriku,” kata buaya, “saya hidup di air dan dia hidup di darat, bagaimana kita bisa menangkapnya?” “Bagaimanapun caranya,” jawabnya, “dia harus bisa ditangkap. Jika saya tidak mendapatkannya, saya akan mati.” “Baiklah,” jawab buaya, menghiburnya, “jangan menyakiti dirimu sendiri. Saya mempunyai sebuah rencana; saya akan memberikan jantungnya kepadamu untuk dimakan.”

Maka ketika Bodhisatta duduk di tepi Sungai Gangga, setelah meminum air, buaya menghampirinya dan berkata: “Kera, mengapa Anda hidup dengan memakan buah-buahan jelek di tempat tua ini? Di sisi lain dari Sungai Gangga terdapat pohon mangga dan pohon sukun 118 yang tak terhingga banyaknya, dengan buah yang semanis madu. Apakah tidak lebih baik untuk pergi ke seberang dan memakan semua buah itu?” “Raja Buaya,” jawab kera, “Sungai Gangga ini dalam dan lebar. Bagaimanakah saya menyeberanginya?”

“Jika kamu ingin pergi, saya akan membawamu di atas punggungku dan menyeberangkanmu.” Sang kera memercayainya dan menyetujuinya. “Ke sinilah, kalau begitu,” kata buaya, “naiklah ke punggungku!” dan demikianlah kera naik ke punggungnya. Tetapi ketika telah berenang sedikit jauh, buaya menceburkan kera itu ke dalam air. “Teman, kamu membuatku tenggelam!” teriak kera, “Ada apa ini?” Buaya berkata, “Kamu pikir saya akan membawamu ke tempat yang bagus? Jangan harap! Istriku menginginkan jantungmu dan saya hendak memberikan kepadanya untuk dimakan.”

“Teman,” kata kera, “kamu baik sekali mau memberitahukannya kepada saya. Jika jantung kami berada di dalam tubuh, maka ketika kami melompat di antara puncak pepohonan, itu akan menyebabkannya hancur berkeping-keping”

“Kalau begitu, di manakah kamu menyimpannya?” tanya buaya. Bodhisatta menunjuk ke sebuah pohon elo yang ditumbuhi oleh banyak buah ranum, berada tidak jauh dari sana. “Lihat,” katanya, “di sana jantung kami tergantung di atas pohon elo itu.” “Jika kamu menunjukkan jantungmu kepadaku,” kata buaya, “maka saya tidak akan membunuhmu.” “Bawalah saya ke pohon itu, kalau begitu, dan saya akan menunjukkannya kepadamu dengan bergelantung di atasnya.”

Buaya membawanya ke tempat itu. Kera melompat dari punggungnya dan memanjat ke pohon elo itu, kemudian duduk di atasnya. “Wahai Buaya Dungu!” katanya, “kamu pikir ada makhluk yang menyimpan jantungnya di puncak pohon! Kamu sangat bodoh dan saya telah memperdayamu! Kamu boleh mengambil buah-buah ini. Badanmu besar, tetapi kamu tidak memiliki akal.” Dan kemudian untuk menjelaskan maksudnya ini, dia mengucapkan bait- bait berikut,

"Jambu, nangka, dan mangga di seberang sungai sana, kulihat,
Cukuplah, saya tak menginginkannya,
buah pohon elo sudah cukup baik untukku!"

"Badanmu besar, sungguh, tetapi akal pikiranmu kecil!
Sekarang pergilah, buaya, saya telah mendapatkan yang terbaik."

Buaya merasa sedih dan sengsara seperti telah kehilangan ribuan keping uang, pulang kembali dengan ratapan ke kediamannya.

Ketika mengakhiri uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka, “Pada masa itu, Devadatta adalah buaya, Ciñcā adalah istrinya, dan Aku adalah sang kera.”

Sutta Pitaka, Khuddaka Nikaya, Jataka, Duka Nipata, Natamdalha Vagga, Susumara Jataka (Jat 208)

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close