-->

Monday 14 December 2015

DHAMMADAYADA SUTTA

DHAMMADAYADA SUTTA


Demikianlah yang Ku dengar.

Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, Arama Anathapindika, di Savatthi.

Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu, “Para Bhikkhu.”

“Ya, Bhante,” jawab para bhikkhu.

“Bhikkhu jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam materi. Jika kalian menjadi pewarisKu dalam materi, bukan pewarisKu dalam Dhamma, maka kalian akan menjadi contoh demikian, ‘Siswa Agung menjadi pewaris dalam materi, bukan pewaris dalam Dhamma.’ Dan Saya akan menjadi contoh demikian, ‘Guru agung mewarisi SiswaNya dalam materi, bukan dalam Dhamma.’ Jika kalian menjadi pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam materi, maka kalian akan menjadi contoh demikian, ‘Siswa Agung menjadi pewaris dalam Dhamma, bukan pewaris dalam materi.’ Bagaimana para siswaKu menjadi pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam materi?


Para Bhikkhu, misalkan Saya telah makan, tidak makan lagi karena telah kenyang, telah selesai, telah cukup, sesuai dengan apa yang diperlukan, namun ada makanan sisa yang akan dibuang. Kemudian ada dua orang bhikkhu tiba, lapar dan lemah. Saya berkata kepada mereka: ‘Bhikkhu Saya telah makan, tidak makan lagi karena telah kenyang, telah selesai, telah cukup, sesuai dengan apa yang diperlukan, namun ada makanan sisa yang akan dibuang, makanlah itu jika anda mau, jika tidak mau Saya akan membuangnya sekarang ke tempat yang tak berumput atau ke air yang tidak ada kehidupan’. Kemudian seorang bhikkhu berpikir, ‘Sang Bhagava telah makan, tidak makan lagi karena telah kenyang, telah selesai, telah cukup, sesuai dengan apa yang diperlukan, namun ada makanan sisa dari Sang Bhagava yang akan dibuang, jika kita tidak memakannya Sang Bhagava akan membuangnya, tetapi Sang Bhagava pernah berkata, ‘Para bhikkhu, jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam materi,’ dalam hal ini makanan adalah salah satu materi, kiranya, lebih baik daripada memakan makanan itu, saya akan menghabiskan waktu siang dan malam ini dengan lapar dan lemah’, maka bhikkhu itu tidak makan dan melewati waktu siang dan malam itu dengan lapar dan lemah.

Namun bhikkhu kedua berpikir, ‘Sang Bhagava telah makan, tidak makan lagi karena telah kenyang, telah selesai, telah cukup, sesuai dengan apa yang diperlukan, namun ada sisa makanan dari Sang Bhagava yang akan dibuang, jika kita tidak memakannya Sang Bhagava akan membuangnya. Jika saya memakan makanan ini, maka saya akan melewati waktu siang dan malam ini dengan tanpa lapar dan tidak lemah’, maka bhikkhu ini memakan makanan tersebut dan melewati waktu siang dan malam itu dengan tanpa lapar dan tidak lemah.

Meskipun bhikkhu itu memakan makanan tersebut dan melewati waktu siang dan malam denga tanpa lapar dan tidak lemah, bhikkhu yang tak makan adalah lebih dihormati, karena ketaguhan bhikkhu itu menunjukkan ia hanya berkeinginan sedikit, puas, mudah dilayani dan bersemangat. Demikianlah ku katakana kepada kalian, ‘Bhikkhu jadilah pewarisKu dalam Dhamma, bukan pewarisKu dalam materi.’”

Demikianlah yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Setelah mengatakan hal ini, Sang Bhagava meninggalkan tempat duduknya dan kembali ke kamarnya. Selanjutnya bhikkhu Sariputta berkata, “Sahabat, bagaimana seorang Siswa Agung yang hidup bertapa tidak melatih diri dalam ketenangan?”

“Sahabat, kami telah datang dari jauh untuk mendengar dari Yang Arya Sariputta makna dari kalimat ini. Sangat baik bila Yang Arya Sariputta menjelaskan makna dari kalimat ini. Kami akan mendengarnya dan mengingatnya.”

“Sahabat, perhatikanlah apa yang akan ku katakan. Bagaimanakah seorang Siswa Agung yang hidup bertapa tidak melatih diri dalam ketenangan? Bhikkhu yang hidup sebagai petapa dan tidak melatih diri dalam ketenangan adalah mereka yang tidak meninggalkan apa yang diajarkan guru untuk ditinggalkan, sibuk dan tak hati- hati, sering berbuat salah dan tidak menyukai ketenangan. Dalam hal ini bhikkhu senior itu harus dicela dalam tiga hal. Sebagai Siswa Agung yang hidup sebagai petapa tidak melatih diri dalam ketenangan. Inilah alasan pertama mereka dicela. Mereka tidak meninggalkan apa yang diajarkan guru untuk ditinggalkan. Inilah alasan kedua mereka dicela. Mereka menjadi sibuk dan tidak hati- hati, serta sering berbuat salah dan tidak menyukai ketenangan. Inilah alasan ketiga mereka dicela.”

“Celaan ini berlaku untuk bhikkhu menengah dan bhikkhu baru. Demikianlah seorang Siswa Agung yang hidup bertapa tidak melatih diri dalam ketenangan.”

“Sahabat, bagaimanakah bhikkhu yang hidup sebagai petapa melatih diri dalam ketenangan? Bhikkhu yang hidup sebagai petapa dan melatih diri dalam ketenangan adalah mereka yang meninggalkan apa yang diajarkan guru untuk ditinggalkan, tidak sibuk dan hati- hati, tidak berbuat salah dan menyukai ketenangan. Dalam hal ini bhikkhu itu harus dipuji dalam tiga hal. Sebagai Siswa Agung yang hidup sebagai petapa, ia melatih diri untuk tenang. Inilah alasan pertama mereka dipuji. Mereka meninggalkan apa yang diajarkan guru untuk ditinggalkan. Inilah alasan kedua mereka dipuji. Mereka tidak sibuk dan hati- hati, serta tidak berbuat salah dan menyukai ketenangan. Inilah alasan ketiga mereka dipuji.”

“Celaan ini berlaku untuk bhikkhu menengah dan bhikkhu baru. Demikianlah seorang Siswa Agung yang hidup bertapa melatih diri dalam ketenangan.”

“Sahabat, keburukan adalah keserakahan (lobha) dan kebencian (dosa). Untuk melenyapkan keserakahan dan kebencian adalah dengan Jalan Tengah (majjhima patipada) yang menghasilkan penglihatan (cakkhukarani), pengetahuan (nanakarani), ketenangan (upasamaya), kemampuan batin (abhinnaya), Penerangan Agung (sambodhaya) dan Pencapaia Nibbana. Jalan Tengah itu adalah Pengertian Benar, Perniatan Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Matapencaharian Benar, Berusaha Benar, Penyadaran Benar dan Perenungan Benar. Demikianlah Jalan Tengah yang menghasilkan penglihatan, pengetahuan, ketenangan, kemampuan batin, Penerangan Agung dan Pencapaian Nibbana.

Kejahatan adalah marah, balas dendam, memandang rendah, keinginan menguasai, iri hati, kikir, menipu, memaksa, keras kepala, kelancangan, kesombongan, kecongkakan, dan kelalaian.

Pembebasanmu dari keburukan ini adalah dengan Jalan Tengah yang menghasilkan penglihatan, pengetahuan, ketenangan, kemampuan batin, Penerangan Agung dan Pencapaian Nibbana.”

Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Arya Sariputa dan para bhikkhu puas dan berbahagia mendengar ajaran ini.

Sutta Pitaka, Majjhima Nikaya, Mula Pannasa, Mulapariyaya Vagga, Dhammadayada Sutta (MN 3)

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close