-->

Tuesday 15 December 2015

DHAMMACAKKAPPAVATTANA SUTTA

DHAMMACAKKAPPAVATTANA SUTTA


Demikianlah yang Ku dengar.

Pada suatu ketika Sang Bhagavā bersemayam di dekat kota Benares, di Taman Rusa Isipatana (Migadāya). Di sana, Sang Bhagavā bersabda kepada rombongan lima orang bhikkhu (Assajji, Vappa, Bhadiya, Koṇḍanna, Mahānama), demikian:

“Dua hal yang berlebihan (ekstrim) ini, O, para Bhikkhu, tidak patut dijalankan oleh mereka yang telah meninggalkan rumah untuk menempuh kehidupan tak berkeluarga, apakah dua ini?”

“Menuruti kesenangan nafsu indria yang rendah, yang tidak berharga dan tidak berfaedah, kasar, duniawi, atau melakukan penyiksaan diri, yang menyakitkan, tidak berharga dan tidak berfaedah.


Setelah menghindari kedua hal yang berlebih-lebihan ini, O, para Bhikkhu, jalan tengah (majjhimā-paṭipadā) yang telah sempurna diselami oleh Tathāgata, yang membukakan Mata Batin (Cakkhu-Karaṇī), yang menimbulkan Pengetahuan (Nāṇa-Karaṇī), yang membawa Ketentraman (Upasamāya), Kemampuan Batin luar biasa (Abhinnāya), Kesadaran Agung (Sambodhāya), Pencapaian Nibbāna (Nibbānāya).”

“Apakah, O, para bhikkhu, Jalan Tengah yang telah sempurna diselami oleh Tathāgata, yang membukakan Mata Batin, yang menimbulkan Pengetahuan, yang membawa Ketentraman, Kemampuan Batin luar biasa, Kesadaran Agung, Pencapaian Nibbāna itu?

Tiada lain Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Aṭṭhangika Magga), yaitu:

1. Sammā-Diṭṭhi (Pengertian Benar)
2. Sammā-Saṅkappa (Pikiran Benar)
3. Sammā-Vācā (Ucapan Benar)
4. Sammā-Kammanta (Perbuatan Benar)
5. Sammā-Ājīva (Penghidupan Benar)
6. Sammā-Vāyāma (Usaha Benar)
7. Sammā-Sati (Kesadaran Benar)
8. Sammā-Samādhi (Samādhi Benar)

Itulah sesungguhnya Jalan Tengah, O, para Bhikkhu, yang telah sempurna diselami oleh Tathāgata yang membukakan Mata Batin, yang menimbulkan Pengetahuan, yang membawa Ketentraman, Kemampuan Batin luar biasa, Kesadaran Agung, dan Pencapaian Nibbāna.”

“Sekarang, O, para Bhikkhu, Kesunyataan (Kebenaran) Mulia tentang Dukkha (Dukkha Ariya Sacca), yaitu:
Kelahiran adalah dukkha (penderitaan), usia tua adalah dukkha, penyakit adalah dukkha, kematian adalah dukkha, berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha, berpisah dari yang dicintai adalah dukkha, tidak memperoleh apa yang diingini adalah dukkha, singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan (pancapādānakkhandhā) merupakan dukkha.”

“Sekarang, O, para Bhikkhu, Kesunyataan Mulia tentang Sebab Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya Sacca), yaitu: Ketagihan (Taṇhā) yang menyebabkan tumimbal lahir, disertai dengan nafsu indria (Nandi-Rāga-Sahagatā) yang menemukan kesenangan di sana sini, yaitu:

1. Kāma-Taṇhā : ketagihan akan kesenangan indria,
2. Bhava-Taṇhā : ketagihan akan penjelmaan,
3. Vibhava-Taṇhā : ketagihan akan pemusnahan diri sendiri.”

“Sekarang, O, para Bhikkhu, Kesunyataan Mulia tentang Lenyapnya Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca), yaitu:
Terhentinya semua nafsu indria tanpa sisa, melepaskannya, bebas, terpisah sama sekali dari ketagihan tersebut.”

“Sekarang, O, para Bhikkhu, Kesunyataan Mulia tentang Jalan Untuk Melenyapkan Dukkha (Dukkha Nirodha Gāminī Paṭipadā Ariya Sacca), tiada lain Jalan Mulia Berunsur Delapan (Aṭṭhangika Ariya Magga), yaitu:

1. Sammā-Diṭṭhi (Pengertian Benar)
2. Sammā-Saṅkappa (Pikiran Benar)
3. Sammā-Vācā (Ucapan Benar)
4. Sammā-Kammanta (Perbuatan Benar)
5. Sammā-Ājīva (Penghidupan Benar)
6. Sammā-Vāyāma (Usaha Benar)
7. Sammā-Sati (Kesadaran Benar)
8. Sammā-Samādhi (Samādhi Benar)”

“Inilah Kesunyataan Mulia tentang Dukkha. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan (Cakkhu), timbullah Pengetahuan (Nāṇa), timbullah Kebijaksanaan (Pannā), timbullah Penembusan (Vijjā), Timbullah Cahaya (Āloko).

Kesunyataan Mulia tentang Dukkha ini harus dipahami (Parinneyya). Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Kesunyataan Mulia tentang Dukkha ini telah dipahami. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma), yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.”

“Inilah Kesunyataan Mulia tentang Sebab Dukkha. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kesunyataan Mulia tentang Sebab Dukkha yang harus dilenyapkan (Pahātabba). Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kesunyataan Mulia tentang Sebab Dukkha yang telah dilenyapkan. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.”

“Inilah Kesunyataan Mulia tentang Lenyapnya Dukkha. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kesunyataan Mulia tentang Lenyapnya Dukkha yang harus dicapai (Sacchikātabba). Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kesunyataan Mulia tentang Lenyapnya Dukkha yang telah dicapai. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.”

“Inilah Kesunyataan Mulia tentang Jalan Untuk Melenyapkan Dukkha. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kesunyataan Mulia tentang Jalan Untuk Melenyapkan Dukkha yang harus dikembangkan (Bhāvatabba). Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kesunyataan Mulia tentang Jalan Untuk Melenyapkan Dukkha yang telah dikembangkan. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.”

“Demikianlah, selama Pengetahuan dan Pengertian Saya (Yathābhūta Nāṇa-Dassana) tentang Empat Kesunyataan Mulia sebagaimana adanya, masing-masing dalam tiga tahap dan dua belas segi pandangan ini belum sempurna betul, maka, O, para Bhikkhu, Saya tidak menyatakan kepada dunia bersama para dewa dan Māra-nya, kepada semua makhluk, termasuk dewa- dewa dan manusia- manusia, bahwa Saya telah mencapai Kebijaksanaan Agung (Anuttara Sammā-Sambhodi).”

“Ketika Pengetahuan dan Pengertian Saya tentang Empat Kesunyataan Mulia sebagaimana adanya, masing-masing dalam tiga tahap dan dua belas segi pandangan, telah sempurna, hanya pada saat itu, O, para Bhikkhu, Saya menyatakan kepada dunia bersama para dewa dan Māra-nya, kepada semua makhluk, termasuk dewa- dewa dan manusia-manusia, bahwa Saya telah mencapai Kebijaksanaan Agung. Timbullah dalam diri Saya Pengetahuan dan Pengertian (Nāṇa-Dassana):
“Tak terguncangkan Kebebasan Batin Saya (Ceto-Vimutti). Inilah kelahiran yang terakhir. Tidak ada lagi tumimbal lahir bagi Saya.””

Demikianlah sabda Sang Bhagavā, dan kelima bhikkhu itu merasa puas serta mengerti kata-kata Sang Bhagavā. Tatkala khotbah ini sedang disampaikan timbullah pada Yang Ariya Koṇḍanna Mata Dhamma (Dhamma-Cakkhu) yang bersih tanpa noda:
“Segala sesuatu muncul karena ada sebabnya, segala sesuatu akan lenyap karena sebabnya habis/ tidak ada” (Yaṅkinci samudaya-dhammaṁ sabban-taṁ nirodha-dhamma).”

Tatkala Roda Dhamma (Dhamma-Cakka) telah diputar oleh Sang Bhagavā, dewa- dewa Bumi berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Taman Rusa Isipatana, telah diputar Roda Dhamma yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh siapa pun di dunia!”

Mendengar seruan dewa- dewa Bumi, dewa- dewa Cātummahārājikā berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Taman Rusa Isipatana, telah diputar Roda Dhamma yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh siapa pun di dunia!”

Mendengar seruan dewa- dewa Cātummahārājikā, dewa- dewa dari surga Tāvatiṁsā, berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Taman Rusa Isipatana, telah diputar Roda Dhamma yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh siapa pun di dunia!”

Mendengar seruan dewa- dewa dari surga Tāvatiṁsā, dewa- dewa Yāmā, berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Taman Rusa Isipatana, telah diputar Roda Dhamma yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh siapa pun di dunia!”

Mendengar seruan dewa- dewa Yāmā, dewa- dewa dari surga Tusitā, berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Taman Rusa Isipatana, telah diputar Roda Dhamma yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh siapa pun di dunia!”

Mendengar seruan dewa- dewa dari surga Tusitā, dewa- dewa dari surga Nimmānaratī, berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Taman Rusa Isipatana, telah diputar Roda Dhamma yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh siapa pun di dunia!”

Mendengar seruan dewa- dewa dari surga Nimmānaratī, dewa- dewa dari surga Paranimmitavasavattī, berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Taman Rusa Isipatana, telah diputar Roda Dhamma yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh siapa pun di dunia!”

Mendengar seruan dewa- dewa dari surga Paranimmitavasavattī, dewa-dewa Alam Brahma, juga berseru:
“Di dekat Benares, di Taman Rusa Isipatana, telah diputar Roda Dhamma yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh siapa juga di alam semesta ini!”

Demikianlah pada saat itu juga, seketika itu juga, dalam waktu yang sangat singkat suara itu menembus Alam Brahma. Alam semesta ini dengan laksana alamnya tergugah dan bergoyang disertai bunyi gemuruh, dan cahaya yang gilang- gemilang yang tak terukur, melebihi cahaya dewa, terlihat di dunia.

Pada saat itu Sang Bhagavā bersabda:
“Koṇḍanna telah mengerti, Koṇḍanna telah mengerti.” Demikianlah mulanya bagaimana Yang Ariya Koṇḍanna memperoleh nama julukan Annā Koṇḍanna, Koṇḍanna yang (pertama) mengerti.

Sutta Pitaka, Samyutta Nikaya, Maha Vagga, Sacca Samyutta, Dhammacakkappavattana Vagga, Dhammacakkappavattana Sutta (SN 56. 11)

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close