-->

Tuesday 8 December 2015

CAKKAVATTI SIHANADA SUTTA

CAKKAVATTI SIHANADA SUTTA


Demikian yang telah Ku dengar. 

Pada suatu ketika Sang Bhagava menetap di Matula dalam kerajaan Magadha. Ketika itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu.” Para bhikkhu menjawab: “Ya, bhante.” Kemudian Sang Bhagava berkata:”Para bhikkhu, jadilah pulau bagi diri kalian sendiri, jadilah pelindung bagi dirimu sendiri dan jangan berlindung pada yang lain, hiduplah dalam dhamma sebagai pulaumu, dhamma sebagai pelindungmu dan jangan berlindung pada yang lain. 

Para bhikkhu, tetapi bagaimanakah seorang bhikkhu berdiam sebagai pulau bagi dirinya sendiri, sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain, hidup dalam dhamma yang sebagai pulau bagi dirinya, dhamma sebagai pelindung dan tidak berlindung pada yang lain? 


Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu mengamati tubuh (kaya) sebagai tubuh dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan belenggu dalam dunia. Seorang bhikkhu mengamati perasaan (vedana) sebagai perasaan dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan belenggu dalam dunia. Seorang bhikkhu mengamati kesadaran (citta) sebagai kesadaran dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan belenggu dalam dunia. Dan seorang bhikkhu mengamati objek- objek pikiran (dhamma) sebagai objek- objek pikiran dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia. 

Para bhikkhu, beginilah seorang bhikkhu berdiam sebagai pulau bagi dirinya sendiri, menjadikan dirinya sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain. Ia hidup dalam dhamma sebagai pulau bagi dirinya sendiri, ia menjadikan dhamma sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain. 

Para bhikkhu, peliharalah lahanmu sendiri, wilayah para pendahulumu. Jika kalian memelihara lahan itu maka Mara tidak akan mendapat tempat untuk ditempati dan tidak ada tempat untuk berpijak. Hanya dengan mengembangkan kebaikan maka jasa- jasa bertambah. 

Para bhikkhu, pada suatu ketika ada seorang raja dunia (cakkavatti) yang bernama Dalhaneni yang jujur, memerintah berdasarkan kebenaran, penguasa empat penjuru dunia, penakluk, pelindung rakyatnya, pemilik tujuh macam permata. Ketujuh macam permata itu adalah cakka (cakra), gajah, kuda, permata, wanita, kepala rumah tangga dan penasehat. Ia memiliki putra lebih dari seribu orang yang merupakan ksatriya- ksatriya perkasa penakluk bala tentara musuh. Ia menguasai seluruh dunia sampai ke batas lautan, yang ditaklukkannya bukan dengan kekerasan atau dengan pedang tetapi dengan kebenaran (dhamma). 

Para bhikkhu, setelah banyak tahun, ratusan tahun dan ribuan tahun, Raja Dalhaneni berkata kepada seseorang: ‘Bilamana kau melihat permata roda suci (dibba cakka ratana) telah terbenam sedikit dan telah bergeser dari tempatnya, maka beritahukan hal itu kepadaku.”Baiklah, raja,’ jawab orang itu. 

Setelah banyak tahun, ratusan tahun dan ribuan tahun, orang itu melihat bahwa dibba cakka ratana telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Setelah ia melihat kejadian ini, ia pergi menghadap Raja Dalhaneni dan melapor: ‘Maharaja, ketahuilah bahwa permata roda suci telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya.’ 

Para bhikkhu, Raja Dalhanemi memanggil putra yang tertua, putra mahkota dan berkata:
‘Putraku, dengarkanlah, permata roda suci telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Juga telah diberitahukan kepadaku: ‘Bilamana permata roda suci dari raja dunia (cakkavatti) terbenam dan bergeser dari tempatnya, maka raja itu tidak akan hidup lama lagi’. Saya telah menikmati kenikmatan duniawi dan sekarang adalah saat mencari kebahagiaan suci. Putraku, pimpinlah dunia ini sampai di batas lautan. Karena saya akan mencukur rambut serta janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjadi pertapa.’ 

Para bhikkhu, demikianlah setelah Raja Dalhaneni mengangkat putra tertuanya menjadi raja selayaknya, ia mencukur rambut serta janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pertapa. Setelah tujuh hari sang raja meninggalkan kehidupan rumah tangga permata roda suci lenyap. 

Kemudian seseorang menghadap raja dan melapor kepada beliau dengan berkata:
‘Raja, demi kebenaran, ketahuilah bahwa permata roda suci telah lenyap!’ 

Para bhikkhu, ketika raja mendengar kabar itu, ia menjadi sedih dan berduka cita. Lalu ia pergi menemui pertapa raja dan berkata: ‘Tuanku, demi kebenaran, ketahuilah bahwa permata roda suci telah lenyap.’ 

Setelah raja berkata demikian, pertapa raja menjawab: ‘Putraku, janganlah bersedih dan berduka cita karena permata roda suci bukanlah warisan dari ayahmu. Tetapi anakku, putarlah roda kewajiban maharaja yang suci. Karena bila kau memutarkan roda kewajiban maharaja yang suci dan pada hari uposatha di bulan purnama ketika kau membasuh kepalamu serta mejalankan hari uposatha di teras utama pada tingkat puncak istana, maka permata roda suci akan muncul lengkap dengan seribu ruji, lengkap dengan lingkar dan sumbu serta segala hiasannya.’ 

‘Tetapi, Tuanku, apakah yang dimaksud dengan roda kewajiban maharaja yang suci (Ariya) itu?”Putraku, hiduplah dalam kebenaran (dhamma), berbakti, hormati dan bersujudlah pada kebenaran, pujalah kebenaran, sucikanlah dirimu dengan kebenaran, jadikanlah dirimu panji kebenaran dan lencana kebenaran, jadikanlah kebenaran sebagai tuanmu. Perhatikan, jaga dan lindungilah sesuai dengan dhamma keluargamu, tentara, para bangsawan, para menteri, para samana perumah tangga, para penduduk kota dan desa, para samana dan pertapa, serta binatang- binatang. Jangan biarkan kejahatan terjadi dalam kerajaanmu. Bila dalam kerajaanmu ada orang yang membutuhkan, berilah mereka barang- barang kebutuhan mereka (dana). Putraku apabila para samana dan pertapa dalam kerajaanmu meninggalkan kehidupan rumah tangga dan mereka menjalani praktek kesabaran serta lemah lembut, menguasai diri, menenangkan diri serta menyempurnakan diri mereka masing- masing, berusahan mengakhiri keserakahan, dari waktu ke waktu engkau harus datang menemui mereka untuk menanyakan kepada mereka apa yang baik dan apa yang tidak baik, apa yang patut dicela dan apa yang tidak tercela, perbuatan yang pantas dilakukan dan yang tak pantas dilakukan, perbuatan yang dalam jangka panjang akan mengakibatkan kemalangan dan penderitaan dan apa yang menghasilkan kesejahteraan dan kebahagiaan, kau harus mendengar apa yang akan mereka katakan dan setelah itu, kau harus menghindari kejahatan dan melakukan kebajikan. Putraku inilah roda kewajiban maha raja yang suci.’ 

‘Baiklah, tuanku,’ jawab raja. Ia patuh melaksanakan roda kewajiban maharaja yang suci. Pada hari uposatha raja membasuh kepalanya dan mejalankan hari uposatha di teras utama pada tingkat puncak istana. Kemudian permata roda suci muncul lengkap dengan seribu ruji, lengkap dengan lingkar dan sumbu serta segala hiasannya. Ketika raja melihat kejadian ini ia berpikir: ‘Telah diberitahukan kepadaku bahwa raja yang melihat permata roda suci pada hari uposatha bulan purnama, maka ia menjadi Cakkavatti (maharaja dunia). Semoga saya menjadi penguasa dunia!’ 

Para bhikkhu, kemudian raja bangkit dari tempat duduknya, membuka jubah dari bagian salah satu bahunya, dengan tangan kiri ia mengambil sebuah kendi emas dan dengan tangan kanannya ia memercikkan air pada permata roda suci dengan berkata: ‘Berputarlah dibba cakka ratana. Maju dan taklukkanlah, dibba cakka ratana.’Para bhikkhu, kemudian cakka ratana berputar maju ke arah daerah bagian Timur dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda- kuda, kereta- kereta, gajah- gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Timur datang menemui cakkavatti dengan berkata: ‘Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!’ Raja Cakkavatti menjawab: ‘Kalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil apa yang tidak diberikan, jangan melakukan hubungan seksual yang salah, jangan berbohong dan jangan meminum minuman keras. Makanlah secukupnya nikmatilah apa yang menjadi hak kalian.’ Mereka yang merupakan musuh di daerah bagian Timur menjadi taklukkan Cakkavatti. 

Para bhikkhu, kemudian Cakka ratana terjun ke dalam lautan timur dan muncul kembali setelah berputar maju ke arah daerah bagian selatan dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda- kuda, kereta- kereta, gajah- gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Selatan datang menemui cakkavatti dengan berkata: ‘Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!’ Raja Cakkavatti menjawab: ‘Kalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil apa yang tidak diberikan, jangan melakukan hubungan seksual yang salah, jangan berbohong dan jangan meminum minuman keras. Makanlah secukupnya nikmatilah apa yang menjadi hak kalian.’ Mereka yang merupakan musuh di daerah bagian Selatan menjadi taklukkan Cakkavatti. 

Demikian pula Cakka ratana terjun ke dalam lautan selatan dan muncul kembali serta berputar maju ke arah daerah bagian barat dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda- kuda, kereta- kereta, gajah- gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Barat datang menemui cakkavatti dengan berkata: ‘Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!’ Raja Cakkavatti menjawab: ‘Kalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil apa yang tidak diberikan, jangan melakukan hubungan seksual yang salah, jangan berbohong dan jangan meminum minuman keras. Makanlah secukupnya nikmatilah apa yang menjadi hak kalian.’ Mereka yang merupakan musuh di daerah bagian Barat menjadi taklukkan Cakkavatti. 

Demikian pula Cakka ratana terjun ke dalam lautan barat dan muncul kembali serta berputar maju ke arah daerah bagian utara dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda- kuda, kereta- kereta, gajah- gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Utara datang menemui cakkavatti dengan berkata: ‘Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!’ Raja Cakkavatti menjawab: ‘Kalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil apa yang tidak diberikan, jangan melakukan hubungan seksual yang salah, jangan berbohong dan jangan meminum minuman keras. Makanlah secukupnya nikmatilah apa yang menjadi hak kalian.’ Mereka yang merupakan musuh di daerah bagian Utara menjadi taklukkan Cakkavatti. 

Setelah Cakka ratana menaklukkan seluruh dunia hingga ke batas lautan, Cakka ratana kembali ke kota kerajaan dan diam, sehingga orang- orang berpikir bahwa Cakka ratana telah tetap tidak akan bergerak di depan gedung pengadilan di gerbang istana raja Cakkavatti. Cakka ratana menghias istana dengan berada di depan gerbang istana raja Cakkavatti. 

Para bhikkhu, demikian pula raja Cakkavatti kedua setelah banyak tahun, setelah ratusan tahun dan setelah ribuan tahun, beliau berkata kepada seseorang: ‘Bilamana kau melihat Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya, maka beritahukan hal itu kepadaku.”Baiklah, raja,’ jawab orang itu. 

Setelah banyak tahun, setelah ratusan tahun, dan setelah ribuan tahun, orang itu melihat bahwa Cakka ratana telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Ketika melihat kejadian ini, ia pergi menghadap raja Cakkavatti dan melaporkan apa yang telah dilihatnya. 

Para bhikkhu, raja cakkavatti memanggil putranya yang tertua dan berkata: ‘Putraku, dengarkanlah, permata roda suci telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Juga telah diberitahukan kepadaku: ‘Bilamana permata roda suci telah terbenam dan bergeser dari tempatnya maka raja Cakkavatti tidak akan hidup lama lagi’. Saya telah menikmati kenikmatan duniawi, tibalah saatnya bagiku untuk mencari kebahagiaan suci. Putraku, pimpinlah dunia ini yang sampai di batas lautan. Karena saya akan mencukur rambut serta janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjadi pertapa.’ 

Demikianlah setelah raja Cakkavatti mengangkat putranya menjadi raja selayaknya, ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pertapa. Setelah tujuh hari sang raja meninggalkan kehidupan rumah tangga permata roda suci lenyap. 

Kemudian seseorang menghadap raja dan melapor kepada beliau dengan berkata:
‘Raja, demi kebenaran, ketahuilah bahwa permata roda suci telah lenyap!’ 

Para bhikkhu, ketika raja mendengar kabar itu, ia menjadi sedih dan berduka cita. Lalu ia pergi menemui pertapa raja dan berkata: ‘Tuanku, demi kebenaran, ketahuilah bahwa permata roda suci telah lenyap.’ 

Setelah raja berkata demikian, pertapa raja menjawab: ‘Putraku, janganlah bersedih dan berduka cita karena permata roda suci bukanlah warisan dari ayahmu. Tetapi anakku, putarlah roda kewajiban maharaja yang suci. Karena bila kau memutarkan roda kewajiban maharaja yang suci dan pada hari uposatha di bulan purnama ketika kau membasuh kepalamu serta mejalankan hari uposatha di teras utama pada tingkat puncak istana, maka permata roda suci akan muncul lengkap dengan seribu ruji, lengkap dengan lingkar dan sumbu serta segala hiasannya.’ 

‘Tetapi, Tuanku, apakah yang dimaksud dengan roda kewajiban maharaja yang suci (Ariya) itu?”Putraku, hiduplah dalam kebenaran (dhamma), berbakti, hormati dan bersujudlah pada kebenaran, pujalah kebenaran, sucikanlah dirimu dengan kebenaran, jadikanlah dirimu panji kebenaran dan lencana kebenaran, jadikanlah kebenaran sebagai tuanmu. Perhatikan, jaga dan lindungilah sesuai dengan dhamma keluargamu, tentara, para bangsawan, para menteri, para samana perumah tangga, para penduduk kota dan desa, para samana dan pertapa, serta binatang- binatang. Jangan biarkan kejahatan terjadi dalam kerajaanmu. Bila dalam kerajaanmu ada orang yang membutuhkan, berilah mereka barang- barang kebutuhan mereka (dana). Putraku apabila para samana dan pertapa dalam kerajaanmu meninggalkan kehidupan rumah tangga dan mereka menjalani praktek kesabaran serta lemah lembut, menguasai diri, menenangkan diri serta menyempurnakan diri mereka masing- masing, berusahan mengakhiri keserakahan, dari waktu ke waktu engkau harus datang menemui mereka untuk menanyakan kepada mereka apa yang baik dan apa yang tidak baik, apa yang patut dicela dan apa yang tidak tercela, perbuatan yang pantas dilakukan dan yang tak pantas dilakukan, perbuatan yang dalam jangka panjang akan mengakibatkan kemalangan dan penderitaan dan apa yang menghasilkan kesejahteraan dan kebahagiaan, kau harus mendengar apa yang akan mereka katakan dan setelah itu, kau harus menghindari kejahatan dan melakukan kebajikan. Putraku inilah roda kewajiban maha raja yang suci.’ 

‘Baiklah, tuanku,’ jawab raja. Ia patuh melaksanakan roda kewajiban maharaja yang suci. Pada hari uposatha raja membasuh kepalanya dan mejalankan hari uposatha di teras utama pada tingkat puncak istana. Kemudian permata roda suci muncul lengkap dengan seribu ruji, lengkap dengan lingkar dan sumbu serta segala hiasannya. Ketika raja melihat kejadian ini ia berpikir: ‘Telah diberitahukan kepadaku bahwa raja yang melihat permata roda suci pada hari uposatha bulan purnama, maka ia menjadi Cakkavatti (maharaja dunia). Semoga saya menjadi penguasa dunia!’ 

Para bhikkhu, kemudian raja bangkit dari tempat duduknya, membuka jubah dari bagian salah satu bahunya, dengan tangan kiri ia mengambil sebuah kendi emas dan dengan tangan kanannya ia memercikkan air pada permata roda suci dengan berkata: ‘Berputarlah dibba cakka ratana. Maju dan taklukkanlah, dibba cakka ratana.’Para bhikkhu, kemudian cakka ratana berputar maju ke arah daerah bagian Timur dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda- kuda, kereta- kereta, gajah- gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Timur datang menemui cakkavatti dengan berkata: ‘Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!’ Raja Cakkavatti menjawab: ‘Kalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil apa yang tidak diberikan, jangan melakukan hubungan seksual yang salah, jangan berbohong dan jangan meminum minuman keras. Makanlah secukupnya nikmatilah apa yang menjadi hak kalian.’ Mereka yang merupakan musuh di daerah bagian Timur menjadi taklukkan Cakkavatti. 

Para bhikkhu, kemudian Cakka ratana terjun ke dalam lautan timur dan muncul kembali setelah berputar maju ke arah daerah bagian selatan dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda- kuda, kereta- kereta, gajah- gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Selatan datang menemui cakkavatti dengan berkata: ‘Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!’ Raja Cakkavatti menjawab: ‘Kalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil apa yang tidak diberikan, jangan melakukan hubungan seksual yang salah, jangan berbohong dan jangan meminum minuman keras. Makanlah secukupnya nikmatilah apa yang menjadi hak kalian.’ Mereka yang merupakan musuh di daerah bagian Selatan menjadi taklukkan Cakkavatti. 

Demikian pula Cakka ratana terjun ke dalam lautan selatan dan muncul kembali serta berputar maju ke arah daerah bagian barat dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda- kuda, kereta- kereta, gajah- gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Barat datang menemui cakkavatti dengan berkata: ‘Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!’ Raja Cakkavatti menjawab: ‘Kalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil apa yang tidak diberikan, jangan melakukan hubungan seksual yang salah, jangan berbohong dan jangan meminum minuman keras. Makanlah secukupnya nikmatilah apa yang menjadi hak kalian.’ Mereka yang merupakan musuh di daerah bagian Barat menjadi taklukkan Cakkavatti. 

Demikian pula Cakka ratana terjun ke dalam lautan barat dan muncul kembali serta berputar maju ke arah daerah bagian utara dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda- kuda, kereta- kereta, gajah- gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Utara datang menemui cakkavatti dengan berkata: ‘Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!’ Raja Cakkavatti menjawab: ‘Kalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil apa yang tidak diberikan, jangan melakukan hubungan seksual yang salah, jangan berbohong dan jangan meminum minuman keras. Makanlah secukupnya nikmatilah apa yang menjadi hak kalian.’ Mereka yang merupakan musuh di daerah bagian Utara menjadi taklukkan Cakkavatti. 

Setelah Cakka ratana menaklukkan seluruh dunia hingga ke batas lautan, Cakka ratana kembali ke kota kerajaan dan diam, sehingga orang- orang berpikir bahwa Cakka ratana telah tetap tidak akan bergerak di depan gedung pengadilan di gerbang istana raja Cakkavatti. Cakka ratana menghias istana dengan berada di depan gerbang istana raja Cakkavatti. 

Demikian pula raja Cakkavatti ketiga, raja Cakkavatti keempat, raja Cakkavati kelima, raja Cakkavatti keenam dan raja Cakkavatti ketujuh melakukan hal yang sama, setelah banyak tahun, setelah ratusan tahun dan setelah ribuan tahun, beliau berkata kepada seseorang: ‘Bilamana kau melihat permata roda suci telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya, maka beritahukan hal itu kepadaku.”Baiklah, raja,’ jawab orang itu. 

Setelah banyak tahun, setelah ratusan tahun, dan setelah ribuan tahun, orang itu melihat bahwa permata roda suci telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Ketika melihat kejadian ini, ia pergi menghadap raja Cakkavatti ketujuh dan melaporkan apa yang telah dilihatnya. 

Para bhikkhu, raja cakkavatti ketujuh memanggil putranya yang tertua dan berkata: ‘Putraku, dengarkanlah, permata roda suci telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Juga telah diberitahukan kepadaku: ‘Bilamana permata roda suci telah terbenam dan bergeser dari tempatnya maka raja Cakkavatti tidak akan hidup lama lagi’. Saya telah menikmati kenikmatan duniawi, tibalah saatnya bagiku untuk mencari kebahagiaan suci. Putraku, pimpinlah dunia ini yang sampai di batas lautan. Karena saya akan mencukur rambut serta janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjadi pertapa.’ 

Demikianlah setelah raja Cakkavatti ketujuh mengangkat putranya menjadi raja selayaknya, ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pertapa. Setelah tujuh hari sang raja meninggalkan kehidupan rumah tangga permata roda suci lenyap. 

Kemudian seseorang menghadap raja dan melapor kepada beliau dengan berkata: ‘Raja, demi kebenaran, ketahuilah bahwa permata roda suci telah lenyap!’ Ketika raja mendengar berita ini ia menjadi sedih dan berduka cita, tetapi ia tidak pergi menemui pertapa raja untuk menanyakan roda kewajiban maharaja yang suci. Dengan sesuka hatinya dan caranya sendiri ia memerintah rakyatnya dan rakyat yang diperintah seperti itu, yaitu cara yang berbeda dengan apa yang mereka ikuti dahulu, menjadi tidak makmur seperti apa yang mereka biasa capai di masa raja- raja terdahulu yang melaksanakan kewajiban maharaja yang suci dari seorang raja Cakkavatti. Para bhikkhu, kemudian para menteri, para pegawai istana, para pejabat keuangan, para pengawal dan penjaga serta orang- orang yang hidup dengan melaksanakan pembacaan mantra pergi menemui raja dan berkata: ‘Wahai raja, rakyatmu yang raja perintah berdasarkan caramu sendiri, yang berbeda dengan cara- cara yang mereka ikuti dahulu, rakyat tidak makmur seperti apa yang mereka biasa capai di masa raja- raja terdahulu yang melaksanakan kewajiban maharaja yang suci. Dalam kerajaan ini ada para menteri, para pegawai istana, para pejabat keuangan, para pengawal dan penjaga serta orang- orang yang hidup dengan melaksanakan pembacaan mantra, semua kami ini yang ada di sini, memiliki pengetahuan tentang kewajiban maharaja yang suci dari raja Cakkavatti. Apabila raja menanyakan hal itu kepada kami, maka kami akan menerangkannya.’ 

Para bhikkhu, kemudian raja mempersilahkan para menteri dan orang- orang lainnya duduk, setelah itu raja bertanya kepada mereka tentang kewajiban maharaja yang suci dari raja cakkavatti. Mereka menerangkan hal itu kepada beliau. Ketika raja telah mendengar hal itu, beliau memperhatikan, menjaga dan melindungi rakyatnya sesuai dengan dhamma, tetapi ia tidak memberikan dana kepada orang- orang yang membutuhkan. Karena ia tidak berdana kepada orang- orang yang membutuhkan maka kemiskinan bertambah. Ketika kemiskinan telah meluas, seorang tertentu mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya, perbuatan ini disebut mencuri. Ia ditangkap orang- orang dan ia dihadapkan kepada raja dan mereka berkata: ‘Raja, orang ini telah mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya, perbuatan itu adalah mencuri.’ 

Lalu raja bertanya sebagai berikut kepada orang itu: ‘Apakah benar bahwa kau telah mengambil barang yang tak diberikan kepadamu, dan dengan demikian kamu telah melakukan perbuatan yang disebut mencuri?’ 

‘Benar, raja.’ 

‘Mengapa kau melakukannya?’ 

‘Raja, saya tak memiliki sesuatu untuk mempertahankan hidupku.’ 

Kemudian raja memberikan dana kepada orang itu dengan berkata: ‘Dengan dana ini kau dapat menyambung hidupmu, peliharalah orang tuamu, anak- anakmu dan istrimu. Kerjakanlah pekerjaanmu dan berdanalah selalu kepada para samana, karena perbuatan ini berpahala untuk terlahir kembali di alam surga.’ 

‘Baiklah, raja,’ jawab orang itu. 

Para bhikkhu, kemudian ada orang lain mencuri. Ia ditangkap orang-orang dan mereka membawanya menghadap kepada raja, mereka berkata: ‘Raja, orang ini telah mencuri.’ Raja bertanya kepada orang itu dan beliau melakukan perbuatan yang sama seperti yang beliau lakukan kepada pencuri yang lalu, dengan memberikan dana kepada orang itu. 

Para bhikkhu, orang-orang mendengar bahwa bagi mereka yang mencuri mendapat dana dari raja. Karena mendengar hal ini mereka berpikir: ‘Marilah kita mencuri.’ Di antara mereka itu ada orang tertentu yang melakukannya. Orang ini ditangkap dan dibawa kehadapan raja. Raja bertanya kepada orang tersebut:
‘Apa sebab kau mencuri?’ 

‘Saya mencuri sebab tak dapat mempertahankan hidupku.’ 

Namun raja berpikir: ‘Jika saya memberikan dana kepada siapa setiap orang yang mencuri maka pencuri akan bertambah banyak. Saya harus menghentikan perbuatan ini, ia harus diganjar dengan hukuman berat, yaitu kepalanya dipancung.’ Selanjutnya raja memerintah bawahannya dengan berkata:
‘Perhatikanlah, ikatlah tangan orang ini ke belakang tubuhnya dan ikatlah dengan kencang. Gunduli kepalanya dan bawalah dia berkeliling disertai genderang yang nyaring ke jalan- jalan, ke persimpangan- persimpangan jalan. Bawalah dia keluar melalui gerbang selatan dan berhentilah di selatan kota. Ganjarlah dia dengan hukuman terberat berat, yaitu kepalanya dipancung.’ 

‘Baiklah, raja,’ jawab orang- orang itu dan mereka melaksanakan perintah itu. 

Para bhikkhu, pada waktu itu telah banyak orang yang mendengar bahwa orang yang mencuri dihukum mati. Karena telah mendengar hal ini maka beberapa orang tertentu berpikir: ‘Sekarang kitapun harus menyediakan pedang tajam dan orang- orang yang barangnya kita ambil dengan tanpa mereka berikan, perbuatan yang disebut mencuri, kita hentikan mereka dengan kepala mereka kita pancung. ’Selanjutnya, mereka mempersenjatai diri mereka dengan pedang- pedang tajam, lalu mereka, pergi merampok di desa- desa, di kampung- kampung dan di kota- kota serta di jalan- jalan. Orang- orang yang mereka rampoki mereka bunuh dengan kepala dipancung. 

Para bhikkhu, demikianlah karena dana- dana tidak diberikan kepada orang yang miskin maka kemiskinan meluas. Karena kemiskinan bertambah maka pencuri bertambah. Karena pencuri bertambah maka kekerasan berkembang dengan cepat. Disebabkan adanya kekerasan yang meluas maka pembunuhan menjadi biasa. Karena pembunuhan terjadi maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan pada masa itu adalah 80.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak- anak mereka hanya 40.000 tahun.Selanjutnya, di antara orang- orang yang batas usia kehidupan 40.000 tahun ada yang mencuri. Pencuri ditangkap oleh orang- orang dan dia dihadapkan kepada raja. Orang- orang itu memberitahukan kepada raja dengan berkata: ‘Raja, orang telah mencuri.’ 

Raja bertanya kepada orang itu: ‘Apakah benar bahwa kau telah mencuri?’ 

‘Tidak, raja,’ jawabnya. Dengan jawaban ini orang itu telah berdusta dengan sengaja. 

Demikianlah, karena dana- dana tidak diberikan kepada orang- orang yang miskin maka kemiskinan meluas, karena kemiskinan meluas mencuri menjadi biasa, karena pencuri berkembang dengan cepat kekerasan menjadi biasa, karena kekerasan berkembang dengan cepat pembunuhan menjadi biasa hingga berbohong menjadi biasa. Karena berbohong telah menjadi biasa maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 40.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 20.000 tahun. Di antara orang- orang yang batas usia kehidupan 20.000 tahun ada orang yang mencuri. Ada orang tertentu yang melaporkan hal ini kepada raja: ‘Raja, ada orang yang mencuri’, demikianlah ia mengatakan kata- kata jahat tentang orang itu. 

Para bhikkhu, demikianlah, karena dana- dana tidak diberikan kepada orang- orang yang miskin maka kemiskinan meluas, karena kemiskinan meluas mencuri menjadi biasa, karena pencuri berkembang dengan cepat kekerasan menjadi biasa, karena kekerasan berkembang dengan cepat pembunuhan menjadi biasa hingga berbohong menjadi biasa, hingga memfitnah berkembang. Karena memfitnah berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang. Sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 20.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak- anak mereka hanya 10.000 tahun.Di antara orang- orang yang batas usia kehidupan 10.000 tahun ada yang cantik dan ada yang buruk, sehingga mereka yang berparas buruk merasa iri terhadap yang berparas cantik. Akibatnya orang- orang yang berparas buruk ini berzinah dengan istri- istri tetangga mereka. 

-Para bhikkhu, dana- dana tidak diberikan kepada orang- orang yang miskin maka kemiskinan meluas, karena kemiskinan meluas mencuri menjadi biasa, karena pencuri berkembang dengan cepat kekerasan menjadi biasa, karena kekerasan berkembang dengan cepat pembunuhan menjadi biasa hingga berbohong menjadi biasa, hingga memfitnah berkembang, hingga berzinah berkembang. Karena perzinahan berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 10.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak- anak mereka hanya 5.000 tahun. Pada masa kehidupan dari orang- orang yang batas usia kehidupan mereka hanya 5.000 tahun berkembang dua hal yaitu kata- kata kasar dan membual. Karena ke dua hal ini berkembang maka batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 5.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak- anak mereka ada yang hanya 2.500 tahun ada yang hanya 2.000 tahun. 

Di antara orang- orang yang batas usia kehidupan mereka 2.500 tahun, iri hati dan dendam berkembang. Karena ke dua hal ini berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 2.500 tahun 2.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak- anak mereka hanya 1.000 tahun. 

Di antara orang- orang yang batas usia kehidupan mereka 1.000 tahun, pandangan sesat (miccha ditthi) muncul dan berkembang. Karena pandangan sesat ini berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan dan kecantikan pada masa itu adalah 1.000 tahun, akan tetapi anak- anak mereka hanya 500 tahun. 

Di antara orang- orang yang batas usia kehidupan mereka 500 tahun, ada tiga hal yang berkembang, yaitu: berzinah dengan saudara sendiri, keserakahan dan pemuasan nafsu. Karena tiga hal ini berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 500 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak- anak mereka ada yang 250 tahun dan ada yang hanya 200 tahun. 

Di antara orang- orang yang batas usia kehidupan mereka 250 tahun, hal sebagai berikut ini berkembang, kurang berbakti kepada orang tua, kurang hormat kepada para samana dan kurang patuh kepada pemimpin masyarakat. 

-Para bhikkhu, dana- dana tidak diberikan kepada orang- orang yang miskin maka kemiskinan meluas, karena kemiskinan meluas mencuri menjadi biasa, karena pencuri berkembang dengan cepat kekerasan menjadi biasa, karena kekerasan berkembang dengan cepat pembunuhan menjadi biasa hingga berbohong menjadi biasa, hingga memfitnah berkembang, hingga perzinahan berkembang, kata- kata kasar dan membual berkembang, iri hati dan dendam berkembang, pandangan sesat berkembang, berzinah dengan saudara sendiri, keserakahan dan pemuasan nafsu berkembang, hingga kurang berbakti kepada orang tua, kurang hormat kepada para samana dan kurang patuh kepada pemimpin masyarakat berkembang dan meluas. Karena hal- hal ini berkembang dan meluas maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 250 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 100 tahun. 

Para bhikkhu, akan tiba suatu masa ketika keturunan dari manusia itu akan mempunyai batas usia kehidupan hanya 10 tahun. Di antara orang- orang yang batas usia kehidupan mereka 10 tahun, umur lima tahun bagi wanita merupakan usia perkawinan. Pada masa kehidupan orang- orang ini, makanan seperti dadi susu (ghee), mentega, minyak tila, gula dan garam akan lenyap. Bagi mereka ini, biji-bijian (padi) kudrusa akan merupakan makanan yang terbaik. Seperti pada masa sekarang, nasi dan kari merupakan makanan yang pokok, begitu pula biji- bijian kudrusa bagi mereka. Pada masa orang-orang itu, sepuluh macam cara melakukan perbuatan baik akan hilang, sedangkan sepuluh macam cara melakukan perbuatan jahat akan berkembang dengan cepat, di antara mereka tidak ada lagi kata- kata yang menyebut tentang perbuatan baik. Siapa yang akan melakukan perbuatan baik? Di antara mereka tidak ada lagi rasa berbakti kepada orang tua, tidak ada lagi rasa menghormat kepada para samana serta tidak ada lagi kepatuhan kepada para pemimpin masyarakat. Kalau seperti sekarang orang- orang masih berbakti kepada orang tua, menghormat kepada para samana dan pertapa serta patuh kepada para pemimpin, namun pada masa orang-orang… yang batas usia kehidupan mereka hanya 10 tahun, rasa berbakti, hormat dan patuh tidak ada lagi. 

Para bhikku, di antara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 10 tahun tidak akan ada lagi pikiran yang membatasi untuk kawin dengan ibu, bibi dari pihak ibu, bibi dari pihak ayah, bibi dari pihak ayah yang merupakan istri dari kakak ayah atau istri guru. Dunia akan diisi oleh cara bersetubuh dengan siapa saja, bagaikan kambing, domba, burung, babi, anjing dan srigala. Di antara orang- orang ini saling bermusuhan, yang kuat akan menjadi hukum, perasaaan yang benci yang hebat, dendam yang kuat serta keinginan membunuh dari ibu terhadap anaknya, anak terhadap ibunya, ayah terhadap anaknya, anak terhadap ayahnya, kakak terhadap adiknya, adik terhadap kakaknya dan seterusnya. Hal ini terjadi bagaikan pemburu yang merasakan kebencian terhadap binatang yang ia buru. 

Para bhikku, bagi orang- orang yang batas kehidupan mereka 10 tahun itu akan muncul suatu masa, yaitu munculnya pedang selama seminggu. Selama masa ini mereka akan melihat orang lain sebagai binatang liar, pedang tajam akan nampak selalu tersedia di tangan mereka dan mereka berpikir: ‘orang ini adalah binatang liar.’ Dengan pedang mereka saling membunuh.Sementara itu ada orang- orang tertentu yang berpikir: ‘Sebaiknya kita jangan membunuh atau kita tidak membiarkan orang lain membunuh kita. Marilah kita menyembunyikan diri ke dalam belukar, ke dalam hutan, ke cekungan di tepi sungai, ke dalam gua gunung dan kita hidup dengan akar- akaran atau buah- buahan di hutan.’ Mereka akan melaksanakan hal ini selama seminggu. Pada hari ke tujuh mereka keluar dari belukar, hutan, cekungan dan gua, mereka akan saling berangkulan dan akan saling membantu, dengan berkata: ‘O, kami masih hidup! Senang sekali melihat anda masih hidup!’ 

Para bhikkhu, pada orang- orang itu akan muncul keinginan- keinginan sebagai berikut : ‘Karena kita melakukan cara- cara yang jahat, maka kita kehilangan banyak sanak saudara. Marilah kita berbuat kebajikan- kebajikan. Sekarang, kebajikan apakah yang dapat kita lakukan? Marilah kita berusaha untuk tidak melakukan pembunuhan. Itu merupakan perbuatan baik yang dapat kita lakukan.’ Mereka akan berusaha untuk tidak membunuh, hal yang baik ini mereka laksanakan terus. Karena melaksanakan kebajikan ini maka akibatnya batas usia kehidupan dan kecantikan mereka bertambah. Bagi mereka yang batas usia hanya 10 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak- anak mereka mencapai 20 tahun. 

Para bhikkhu, hal- hal seperti ini akan terjadi pada orang- orang yang batas usia kehidupan mereka 20 tahun: ‘Sekarang, karena kita mengikuti dan melaksanakan kebajikan maka batas usia kehidupan dan kecantikan kita bertambah. Marilah kita meningkatkan kebajikan kita. Marilah kita berusaha untuk tidak mengambil apa yang tidak diberikan, kita berusaha untuk tidak berzinah, kita berusaha untuk tidak berbohong, kita berusaha untuk tidak memfitnah, kita berusaha untuk tidak mengucapkan kata- kata kasar, kita berusaha untuk tidak membual, kita berusaha untuk tidak serakah, kita berusaha untuk tidak membenci, kita berusaha untuk tidak berpandangan sesat, kita berusaha untuk tidak melakukan tiga hal berikut, yaitu, tidak bersetubuh dengan keluarga sendiri, tidak tamak dan tidak memuaskan nafsu. Marilah kita berbakti kepada orang tua kita, kita menghormati para samana serta kita patuh kepada pemimpin masyarakat. Marilah kita selalu melaksanakan kebajikan- kebajikan ini.’Demikianlah mereka akan selalu melaksanakan kebajikan, tidak mengambil apa yang tidak diberikan, tidak berzinah, tidak berbohong, tidak memfitnah, tidak mengucapkan kata- kata kasar, tidak membual, tidak serakah, tidak membenci, tidak berpandangan sesat, tidak melakukan tiga hal berikut, yaitu, tidak bersetubuh dengan keluarga sendiri, tidak tamak dan tidak memuaskan nafsu, berbakti kepada ke dua orang tua, menghormat para samana serta patuh kepada pemimpin masyarakat. Karena mereka melaksanakan kebajikan- kebajikan itu, maka batas usia kehidupan anak- anak dan kecantikan manusia bertambah, sehingga mereka yang batas usia kehidupan hanya 20 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak- anak mereka mencapai 40 tahun. Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 40 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak- anak mereka mencapai 80 tahun. Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupannya hanya 80 tahun, anak- anak mereka mencapai 160 tahun, bagi mereka yang batas usia kehidupannya hanya 160 tahun, anak- anak mereka mencapai 320 tahun, bagi mereka yang batas usia kehidupannya hanya 320 tahun, anak- anak mereka mencapai 640 tahun, bagi mereka yang batas usia kehidupannya hanya 640 tahun, anak- anak mereka mencapai 2.000 tahun, bagi mereka yang batas usia kehidupannya hanya 2.000 tahun, anak- anak mereka mencapai 4.000 tahun, bagi mereka yang batas usia kehidupannya hanya 4.000 tahun, anak- anak mereka mencapai 8.000 tahun, bagi mereka yang batas usia kehidupannya hanya 8.000 tahun, anak- anak mereka mencapai 20.000 tahun, bagi mereka yang batas usia kehidupannya hanya 20.000 tahun, anak- anak mereka mencapai 40.000 tahun dan mereka yang pada masa itu hanya berbatas usia kehidupan 40.000 tahun, akan tetapi anak- anak mereka akan mencapai batas usia kehidupan 80.000 tahun. 

Para bhikkhu, di antara orang- orang yang batas usia kehidupan mereka 80.000, maka usia perkawinan bagi wanita adalah pada usia 500 tahun. Pada masa orang- orang ini hanya akan ada tiga macam penyakit, keserakahan, lupa makan dan ketuaan. Pada masa kehidupan orang- orang ini, Jambudipa akan makmur dan jaya, desa- desa, kampung- kampung, kota- kota dan kota- kota kerajaan akan berdekatan satu dengan yang lain sehingga ayam jantan dapat terbang dari satu kota ke kota yang lain. Pada masa kehidupan orang- orang ini, Jambudipa, bagaikan avici, akan penuh dengan penduduk bagaikan hutan yang dipenuhi semak belukar. Pada masa kehidupan orang- orang ini, kota Baranasi yang kita kenal sekarang akan bernama Ketumati yang merupakan kota kerajaan yang besar dan makmur, berpenduduk banyak dan padat serta berpangan cukup. Pada masa kehidupan orang-orang ini, di Jambudipa akan terdapat 84.000 kota dengan Ketumati sebagai ibu kota. 

Para bhikkhu, pada masa kehidupan orang- orang ini di Ketumati, ibu kota kerajaan, akan muncul seorang raja Cakkavatti bernama Sankha, yang jujur, memerintah berdasarkan kebenaran, penguasa empat penjuru dunia, penakluk, pelindung rakyatnya dan pemilik tujuh macam permata, yaitu: cakka, gajah, kuda, permata, wanita (istri), kepala rumah tangga dan panglima perang. Ia akan memiliki keturunan lebih dari 1000 orang yang merupakan ksatriya- ksatriya digjaya, penakluk musuh- musuh. Ia akan menguasai dunia sampai ke batas lautan, tetapi ia menguasai dunia ini bukan dengan kekerasan atau dengan pedang melainkan dengan kebenaran (dhamma). 

Para bhikkhu, pada masa kehidupan orang- orang ini, di dalam dunia akan muncul seorang Bhagava Arahat Sammasambuddha bernama Metteyya, yang sempurna dalam pengetahuan dan pelaksanaannya, sempurna menempuh jalan, pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, yang sadar serta yang patut dimuliakan, yang sama seperti saya sekarang. Ia, dengan dirinya sendiri akan mengetahui dengan sempurna dan melihat dengan jelas alam semesta bersama alam- alam kehidupan para dewa, brahma, mara, serta para samana, para pertapa, para pangeran dan orang- orang lainnya, seperti apa yang saya tahu dengan sempurna dan lihat dengan jelas sekarang. Dhamma kebenaran yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan dan indah pada akhir akan dibabarkan dalam kata- kata dan semangat, kehidupan suci akan dibina dan dipaparkan dengan sempurna dengan penuh kesucian, seperti yang saya lakukan sekarang. Ia akan diikuti oleh beberapa ribu bhikkhu sangha, seperti saya sekarang ini yang diikuti oleh beberapa ratus bhikkhu sangha. 

Para bhikkhu, Raja Sankha akan membangun kembali tempat suci yang pernah dibangun oleh Raja Maha Panada. Raja Sankha akan tinggal di tempat suci itu, tetapi tempat itu akan diberikannya sebagai dana kepada para samana, para pertapa, para pengembara, para pengemis dan mereka yang membutuhkan. Ia sendiri akan mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi siswa dari Bhagava Arahat Sammasambuddha Metteyya. Setelah Raja Sankha meninggalkan kehidupan rumah tangga, ia akan hidup menyendiri dan dengan usaha sungguh- sungguh, tekad, penuh kewaspadaan berusaha mengusahai dirinya. Tidak lama kemudian ia akan mencapai tujuan yang merupakan cita- cita dari mereka yang meninggalkan kehidupan duniawi dan hidup sebagai pertapa. Masih dalam kehidupan dalam dunia ini, ia akan mencapai, mengetahui dan mencapai tujuan akhir dari penghidupan suci. 

Para bhikkhu, jadilah pulau bagi diri kalian sendiri, berlindunglah pada dirimu sendiri dan jangan berlindung pada orang lain. Hiduplah dalam dhamma kebenaran sebagai pulau bagi dirimu, dengan dhamma sebagai pelindungmu dan jangan berlindung pada yang lain. Para bhikkhu, tetapi bagaimana seorang bhikkhu menjadi pulau bagi dirinya sendiri, sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain? 

penuh pengertian dan perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan belenggu dalam dunia. Seorang bhikkhu mengamati perasaan (vedana) sebagai perasaan dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan belenggu dalam dunia. Seorang bhikkhu mengamati kesadaran (citta) sebagai kesadaran dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan belenggu dalam dunia. Dan seorang bhikkhu mengamati objek- objek pikiran (dhamma) sebagai objek- objek pikiran dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, setelah melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia. 

Para bhikkhu, beginilah seorang bhikkhu berdiam sebagai pulau bagi dirinya sendiri, menjadikan dirinya sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain. Ia hidup dalam dhamma sebagai pulau bagi dirinya sendiri, ia menjadikan dhamma sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain. 

Para bhikkhu, peliharalah lahanmu sendiri, wilayah para pendahulumu. Jika kalian memelihara lahan itu maka usia akan bertambah, kecantikan akan bertambah, kebahagiaan akan bertambah, kekayaan akan bertambah dan kekuatan akan bertambah. Para bhikkhu, apakah dimaksud usia bagi para bhikkhu? Dalam hal ini seorang bhikkhu mengembangkan Empat dasar kemampuan batin (iddhipada) dengan kehendak (chanda), semangat (viriya), kesadaran (citta), dan penyelidikan (vimamsa) tentang pelaksanaan, usaha dan meditasi. Dengan dikembangkannya Empat kekuatan batin ini, maka bila ia menginginkan, ia dapat hidup selama satu kalpa (kappa) atau selama masa kappa di mana ia hidup. Inilah yang dimaksud dengan usia seorang bhikkhu. 

Para bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan kecantikan bagi para bhikkhu? Dalam hal ini, seorang bhikkhu melaksanakan peraturan- peraturan moral (sila), mengendalikan dirinya sesuai dengan Patimokkha, sempurna dalam sikap dan tingkah laku, ia melihat bahaya sekalipun itu hanya dari kesalahan sekecil apapun dan ia menghindarkan diri dari kesalahan itu. Ia melatih diri dengan melaksanakan sila. Inilah yang dimaksudkan dengan kecantikan seorang bhikkhu. 

Para bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan kebahagiaan bagi para bhikkhu? Dalam hal ini, seorang bhikkhu menjauhkan diri dari pemuasan nafsu, bebas dari pikiran- pikiran jahat, mencapai dan tetap berada dalam Jhana I dengan memiliki usaha untuk menangkap obyek (vitakka), obyek dikuasai (vicara), kegiuran (piti), kebahagiaan (sukha) dan ketenangan batin (viveka). Dengan melenyapkan vitakka dan vicara ia mencapai dan tetap berada dalam Jhana II dengan diliputi kegiuran (piti), kebahagiaan (sukha) dan ketenangan batin (viveka). Dengan melenyapkan piti ia mencapai dan tetap berada dalam Jhana III dengan diliputi kebahagiaan (sukha) dan ketenangan batin (viveka). Dengan melenyapkan sukha ia mencapai dan tetap berada dalam Jhana IV dengan pikiran terpusat dan penuh ketenangan batin. Inilah yang dimaksudkan dengan kebahagiaan seorang bhikkhu. 

Para bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan kekayaan bagi para bhikkhu? Dalam hal ini, seorang bhikkhu dengan batinnya diliputi oleh cinta kasih (metta) yang dipancarkannya ke satu arah, ke dua arah, ke tiga arah dan ke empat arah dari dunia. Demikianlah seluruh dunia, ke atas, bawah, sekeliling dan di seluruh penjuru dunia dipancarkan pikiran penuh cinta kasihnya yang tanpa batas, yang mulia, tak terukur, yang bebas dari kebencian dan permusuhan. 

Ia pun dengan batinnya diliputi dengan belas kasih (karuna) yang dipancarkannya ke satu arah, ke dua arah, ke tiga arah dan ke empat arah dari dunia. Demikianlah seluruh dunia, ke atas, bawah, sekeliling dan di seluruh penjuru dunia dipancarkan pikiran penuh cinta kasihnya yang tanpa batas, yang mulia, tak terukur, yang bebas dari kebencian dan permusuhan. 

Ia pun dengan batinnya diliputi dengan simpati (mudita) yang dipancarkannya ke satu arah, ke dua arah, ke tiga arah dan ke empat arah dari dunia. Demikianlah seluruh dunia, ke atas, bawah, sekeliling dan di seluruh penjuru dunia dipancarkan pikiran penuh cinta kasihnya yang tanpa batas, yang mulia, tak terukur, yang bebas dari kebencian dan permusuhan. 

Dan ia pun dengan batinnya diliputi dengan keseimbangan batin (upekkha) yang dipancarkannya ke satu arah, ke dua arah, ke tiga arah dan ke empat arah dari dunia. Demikianlah seluruh dunia, ke atas, bawah, sekeliling dan di seluruh penjuru dunia dipancarkan pikiran penuh cinta kasihnya yang tanpa batas, yang mulia, tak terukur, yang bebas dari kebencian dan permusuhan. Inilah yang dimaksud dengan kekayaan seorang bhikkhu. 

Para bhikkhu apakah yang dimaksud dengan kekuatan bagi para bhikkhu? Dalam hal ini, seorang bhikkhu melenyapkan kekotoran batin (asava) sehingga pada kehidupan sekarang ini ia sendiri mencapai dan tetap berada dalam keadaan batin yang suci, bebas dan kebijaksanaan yang suci, dengan pengetahuan luar biasa dan pencapaiannya sendiri. Inilah yang dimaksud dengan kekuatan seorang bhikkhu. 

Para bhikkhu, tidak ada kekuatan lain yang sulit sekali ditaklukkan selain kekuatan mara. Tetapi perbuatan baik (kusala) yang dikembangkan sendiri (hingga mencapai kearahatan) akan merupakan cara yang paling baik untuk menaklukkannya.” 

Demikianlah yang diucapkan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu menjadi gembira setelah mendengar uraian Sang Bhagava.

Sutta Pitaka, Digha Nikaya, Patika Vagga, Cakkavatti Sihanada Sutta (DN 26)

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close