-->

Monday 7 December 2015

HATTHAKA SUTTA

HATTHAKA SUTTA


Suatu ketika Bhagava sedang berdiam di negara Alavi, Beliau beristirahat di atas tumpukan daun yang ditebarkan di jalur ternak di hutan simsapa.

Pada saat itu Hatthaka dari Alavi melalui jalur itu ketika sedang berjalan- jalan, dan di sana dia melihat Bhagava duduk di atas tumpukan daun. Setelah mendekati Yang Penuh Berkah dan memberi hormat kepada Beliau, Hatthaka duduk di satu sisi dan berkata kepada Bhagava,

“Yang mulia, apakah Bhante telah tidur nyenyak?”

“Ya, pangeran, aku telah tidur nyenyak. Di antara mereka di dunia yang selalu tidur nyenyak, akulah salah satunya.”


“Tetapi, Bhante, malam- malam musim dingin ini sungguh dingin dan antaratthaka adalah selang waktu yang penuh salju. Betapa kerasnya tanah yang telah diinjak- injak ternak, betapa tipisnya tebaran daun, betapa jarangnya daun di atas pohon, betapa tipisnya jubah coklat seorang bhikkhu dan betapa dinginnya angin yang bertiup. Walaupun demikian, Yang Penuh Berkah mengatakan bahwa Beliau tidur nyenyak dan bahwa Beliau adalah salah satu di antara mereka di dunia yang selalu tidur nyenyak.”

“Pangeran, sekarang akan kuajukan pertanyaan tentang hal ini dan engkau boleh menjawab menurut pendapatmu. Bagaimana pendapatmu tentang hal ini, pangeran? Misalnya ada seorang perumah tangga atau putra perumah tangga yang tinggal di rumah dengan atap yang tinggi, diplester di luar dalam, terlindung dari angin, dengan pintu yang dikunci dan jendela tertutup. Dan ada tempat tidur di rumah, yang ditutupi permadani wol hitam yang berbulu panjang, dengan sprei wol putih, penutup ranjang yang berhias bunga, dibentangi kulit rusa yang sangat indah, dengan tirai di atas bagian kepala dan bantal merah menyala di kedua ujungnya. Juga ada lentera yang menyala di sana dan empat istri melayaninya dengan baik. Bagaimanakah pendapatmu, pangeran, apakah orang itu akan tidur nyenyak atau tidak, atau bagaimana?”

“Dia pasti akan tidur nyenyak, Bhante. Dia akan menjadi salah satu dari mereka di dunia ini yang tidur nyenyak.”

“Bagaimana pendapatmu, pangeran? Apakah tidak mungkin di dalam diri perumah tangga atau putra perumah tangga itu ada rasa kesal pada tubuh atau pikirannya, yang disebabkan oleh keserakahan, kebencian dan ketidaktahuan batin, yang menyiksanya sehingga dia tidak dapat tidur nyenyak?”

“Mungkin saja demikian, Bhante.”

“Nah, pangeran, keserakahan, kebencian dan ketidaktahuan batin yang menyiksa perumah tangga itu, yang menyebabkan dia tidak tidur nyenyak, telah ditinggalkan oleh Tathagata, terpotong di akarnya, dibuat gersang seperti tunggul pohon palma, terhapus sehingga mereka tidak lagi bisa muncul di masa depan. Oleh karena itulah, pangeran, aku telah tidur nyenyak.”

"Brahmana yang dirinya telah padam
Selalu tidur dengan bahagia,
Dia tidak melekati nafsu- nafsu indria,
Bebas dari penopang, sejuk pikirannya.

Setelah memotong semua jerat kemelekatan,
Setelah melenyapkan rasa was-was jauh di dalam hati,
Dia Yang Damai pun tidur dengan bahagia,
Mencapai kedamaian pikiran yang sempurna."

Sutta Pitaka, Anguttara Nikaya, Tika Nipata, Devaduta Vagga, Hatthaka Sutta (AN 3. 35)

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close