-->

Monday 7 December 2015

DONA SUTTA

DONA SUTTA


Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang melakukan perjalanan di sepanjang jalan antara Ukkattha dan Setabya, dan Brahmana Dona juga sedang melakukan perjalanan di sepanjang jalan antara Ukkattha dan Setabya. Brahmana Dona melihat jejak kaki Sang Bhagava, dan di sana terdapat tanda roda dengan seribu jeruji, bersama dengan lingkaran roda dan porosnya, sempurna dalam segalanya. Melihat tanda ini, muncul pikiran dalam dirinya, "Betapa menakjubkan! Betapa mengagumkan! Jejak kaki ini bukanlah jejak kaki seorang manusia!”

Kemudian Sang Bhagava meninggalkan jalan itu, duduk bersila di bawah pohon, dengan tubuh yang tegak, dengan sati (perhatian penuh) yang telah dikembangkan dengan mantap. Kemudian Dona, mengikuti jejak kaki Sang Bhagava, melihat beliau duduk di bawah pohon, dengan penampilan menyenangkan, menimbulkan keyakinan, indera‐ indera beliau tenang, pikiran beliau tenang, telah mencapai pengendalian dan ketenangan sempurna, terjaga, indera- indera beliau terkendali, bagaikan gajah jantan yang terlatih baik.


Ketika melihat beliau, ia mendekati beliau dan berkata, "Guru, apakah Yang Mulia dewa?"
"Bukan, brahmana, Saya bukan dewa."

“Kalau demikian, apakah Yang Mulia gandhabba?”
“Bukan, brahmana, Saya bukan gandhabba.”

“Kalau demikian, apakah Yang Mulia yakkha?”
“Bukan, brahmana, Saya bukan yakkha.”

“Kalau demikian, apakah Yang Mulia manusia?”
“Bukan, brahmana, Saya bukan manusia.”

"Ketika saya bertanya, ‘Apakah Yang Mulia dewa?’ Yang Mulia menjawab, 'Bukan, brahmana, Saya bukan dewa.’ Ketika saya bertanya, ‘Apakah Yang Mulia gandhabba?’ Yang Mulia menjawab, 'Bukan, brahmana, Saya bukan gandhabba.’ Ketika saya bertanya, ‘Apakah Yang Mulia yakkha?’ Yang Mulia menjawab, Bukan, brahmana, Saya bukan yakkha.’ Ketika saya bertanya, 'Apakah Yang Mulia manusia?’ Yang mulia menjawab, ‘Bukan, brahmana, Saya bukan manusia.’ Kalau demikian, apakah Yang Mulia?”

"Brahmana, ada noda- noda yang jika tak ditinggalkan akan menyebabkan Saya sebagai dewa. Noda- noda itu telah ditinggalkan olehku, dihancurkan di akarnya, bagaikan pohon palem yang telah dipotong, digersangkan, terhapus sehingga tidak bisa muncul kembali di masa mendatang.”

"Brahmana, ada noda- noda yang jika tak ditinggalkan akan menyebabkan Saya sebagai gandhabba. Noda- noda itu telah ditinggalkan olehku, dihancurkan di akarnya, bagaikan pohon palem yang telah dipotong, digersangkan, terhapus sehingga tidak bisa muncul kembali di masa mendatang.”

"Brahmana, ada noda- noda yang jika tak ditinggalkan akan menyebabkan Saya sebagai yakkha. Noda- noda itu telah ditinggalkan olehku, dihancurkan di akarnya, bagaikan pohon palem yang telah dipotong, digersangkan, terhapus sehingga tidak bisa muncul kembali di masa mendatang.”

"Brahmana, ada noda- noda yang jika tak ditinggalkan akan menyebabkan Saya sebagai manusia. Noda- noda itu telah ditinggalkan olehku, dihancurkan di akarnya, bagaikan pohon palem yang telah dipotong, digersangkan, terhapus sehingga tidak bisa muncul kembali di masa mendatang.”

“Brahmana, bagaikan teratai merah, biru, atau putih yang terlahir dan tumbuh di air, keluar di atas permukaan air dan tegak tak tercemar air, demikian pula, brahmana, meski terlahir dan tumbuh di dunia, Saya telah mengatasi dunia dan berdiam tanpa tercemar oleh dunia.”

“Ingatlah Saya, brahmana, sebagai yang tercerahkan.”

Sutta Pitaka, Anguttara Nikaya, Catukka Nipata, Cakka Vagga, Dona Sutta (AN 4. 36)

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close