-->

Friday 18 November 2016

Hidup Dalam Teropong Spiritual (Bagian Kelima)

BAB V. ANAK MEMBAWA ORANG TUA DAN ANAK MEMBAWA MERTUA 


Sering saya membaca di koran dan mendengar dari orang, bahwa keluarga yang baru menikahkan anaknya, salah satu orang tua pasangan mempelai ini meninggal. Bahkan ada yang surat undangan pernikahan sudah disebar, hari pernikahan kurang beberapa hari lagi. Salah satu dari orang tua pengantin mendadak meninggal. Suatu kejadian yang tragis sekali.

Begitu juga dengan anak, ada yang anaknya baru lahir beberapa hari salah satu dari orang tuanya meninggal, juga yang setelah anaknya berusia l tahun atau lebih salah satu orang tuanya meninggal.

Saya pernah menelusuri kejadian seperti ini dengan teropong spiritual, dan juga pernah membaca artikel kuno yang menjelaskan masalah ini. Ternyata ada yang dikatakan "Anak membawa orang tua, dan anak yang membawa mertua."

Apa penyebabnya dan bagaimana mengetahuinya serta bagaimana menghindari akibatnya. Kalau anda percaya, ikuti informasi ini, mungkin ada gunanya.

Menurut penjelasan Guru Roh saya, walaupun kemungkinan dilahirkan anak seperti ini hanya sekitar 3% saja, apa salahnya kalau di antisipasi dampak dan akibatnya. Buat apa beresiko walaupun kemungkinannya hanya 3%. Kalau penangkalnya tidak yang aneh-aneh dan tidak sulit, lebih baik dipertimbangkan kemungkinan yang hanya sekitar 3% ini.

Bagaimana dapat mengetahui bahwa anak yang akan dilahirkan ini mempunyai sifat membawa orang tua atau nanti membawa mertua? Memang orang awam tidak dapat mengetahui. "Orang pintar" pun banyak yang tidak mengetahui, apalagi mencari penangkalnya.

Dalam artikel kuno yang pernah saya baca, sifat anak membawa orang tua discbut Bwa-Kut, dan yang membawa mertua disebut Bwa-Gwee. Metode untuk mengetahui Bwa-Kut dan Bwa-Gwee ini mempergunakan tahun Shio dan penanggalan Imlek atau Lunar.

Disebutkan disitu bahwa anak Bwa-Kut dan Bwa- Gwe adalah anak yang dilahirkan dengan pembuahan. Terjadinya pembuahan sel telur dan sperma pada;
     
    Tahun                  Bulan (menurut penanggalan Imlek)


    Kelinci                    5
    Naga                     12
    Ular                        1
    Kuda                      8
    Kambing                 9
    Monyet                   4
    Ayam                     11
    Anjing                     6
    Babi                       7
    Tikus                      2
    Kerbau                   3
    Macan / Harimau    10



Saya pernah mencoba menghitung dengan metode atau cara seperti ini, akurasi atau ketelitiannya hanya 60% saja. Hal ini disebabkan sulit untuk mengetahui dengan tepat kapan terjadinya pembuahan sel telur dengan sperma, terjadinya di menjelang awal bulan atau di akhir bulan.

Oleh karena itu saya tidak mempergunakan metode yang disarankan, saya lebih baik melihatnya dengan memakai teropong spiritual, atau bagi orang awam, cara yang mudah adalah tanya di altar kelenteng dengan memakai sarana Pak-pwe.

Lakukanlah tiga kali bertanya pada 3 hari yang berbeda, jangan bertanya tiga kali di satu hari yang sama. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kesalahan dan untuk memantapkan jawaban Pak-pwe.

Bagaimana mengatasi dan menangkal Bwa-Kut dan Bwa-Gwee?

Yang paling mudah tapi mungkin sulit dilakukan adalah jangan melakukan hubungan suami istri di bulan itu agar tidak terjadi pembuahan, atau perlu memakai alat kontrasepsi/mencegah kehamilan di bulan itu.

Bagaimana kalau sudah terlanjur hamil atau terlanjur melahirkan? Kalau Bwa-Kut / membawa orang tua, kwe-pang kan anak itu sebelum umurnya lewat 3 bulan, di Klenteng yang masih belum tercemar, di altarnya masih duduk roh suci atau dewa. Jangan dikwepangkan pada manusia atau pada sanak familinya. Mengenai prosedur dan syarat-syarat kwepang saya sudah menjelaskan di buku pertama saya berjudul : "Ibadah Dari Vihara Ke Vihara", sampul warna hijau.

Kalau Bwa-Gwee / membawa mertua, kwepang- kan calon suami / istri anak ini. Kalau nanti anak ini sudah dewasa dan mau menikah, calon suami / istrinya perlu di kwepangkan dulu di Klenteng minimal satu bulan sebelum upacara pernikahan diadakan. Kendala yang ada kalau calon besan diberitahu adalah :

Kalau calon besan dan keluarganya tidak percaya dan menganggap tahayul, kemudian setelah nanti terjadi musibah akan menganggap menantunya membawa sial.

Kalau calon besan percaya dan telah melakukan kwepang anaknya, kemudian terjadi musibah salah satu mertua meninggal, walaupun penyebabnya bukan karena Bwa-Gwee / menantu yang membawa mertua. Maka masih tetap muncul tuduhan menantunya membawa celaka atau sial.

Maka masalah Bwa-Gwee ini serba sulit, diberitahu salah, tidak diberitahu juga susah. Kasus di bawah ini pernah saya lakukan :

Amir adalah teman dekat saya, dia mau menikahkan anak laki-lakinya yang pertama, menanyakan hari baik untuk menikahkan anaknya. Dari data pribadi anak ini saya tahu bahwa calon menantu Amir membawa sifat Bwa-Gwee, menantu membawa mertua.

Saya terkejut sekali mengetahui hai ini, saya dan istri sangat khawatir, saya tahu calon korbannya adalah istri Amir. Saya berunding dengan istri, bagaimana cara menolong Amir dan istrinya supaya terhindar dari akibat Bwa-Gwee ini tanpa diketahui oleh Amir dan istrinya, juga oleh anak Amir dan calon menantunya.

Saya harus menolong, tapi caranya belum tahu, sebab mereka semua tidak boleh tahu apa motivasi saya, mengapa saya harus meminta mereka mengkwe-pangkan anaknya yang akan menikah di Klenteng, sedangkan mereka adalah keluarga Katholik.

Hubungan saya dan Amir sangat dekat, berteman sudah puluhan tahun. Saya tahu walaupun Amir sekeluarga Katholik, tetapi tidak fanatik. Hanya karena hari pernikahannya masih lama, masih sekitar 10 bulan lagi saya dan istri dapat merencanakan strategi bagaimana mengarahkan dan membimbing keluarga ini, terutama anak laki-laki Amir agar mau di kwe-pang di Klenteng tanpa tahu tujuan yang sebenarnya.

Akhirnya sekitar 3 bulan sebelum hari pernikahan anak Amir, saya dan istri berhasil membawa keluarga Amir ke Klenteng Banten untuk ritual kwe-pang yang dipimpin oleh istri saya. Sampai sekarang, anak Amir sudah berkeluarga sekitar 5 tahun dengan 2 anak. Mereka semua tidak ada yang tahu apa alasan yang sebenarnya saya membawa mereka melakukan ritual kwe-pang di Klenteng Banten.

Saya dan istri merasa lega dan senang sekali dapat menghindarkan keluarga ini dari musibah yang dapat menimpa mereka.

Sedikit catatan untuk tambahan :

Menurut penjelasan Guru Roh saya, Bwa-Kut dan Bwa-Gwee serta metode dan cara perhitungannya hanya berlaku untuk golongan etnis Tionghoa yang dilahirkan di Asia. Tidak menjangkau mereka yang dilahirkan di Eropa dan Amerika, dll.

Hal seperti ini juga ada, yaitu pantangan yang hanya berlaku di Pulau Jawa. Hari tgl. l Suro menurut penanggalan Jawa, tidak baik untuk hari pernikahan, pindah rumah, buka usaha dll. Berlaku untuk segala macam golongan dan etnis, baik orang Eropa, atau orang Asia lainnya. Asal tempat terjadinya di Pulau Jawa akan terkena akibat pantangan ini.

Kalau tidak sulit dan yang aneh-aneh, tidak ada salahnya untuk menghindarinya.

Penulis : Herman Utomo & Silvie Utomo
Sumber : spiritualuniversal.blogspot.com

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close