-->

Monday 14 November 2016

Dialog Dengan Alam Dewa (Bagian Pertama)

PENDAHULUAN

Banyak diantara tamu yang datang untuk diskusi maupun konsultasi mengenai spiritual yang menanyakan kepada saya dan istri, apa sebenarnya aliran kepercayaan atau agama yang kami anut. Sebentar mereka bertemu dengan kami di beberapa Vihara Budhis, baik aliran Theravada maupun aliran besar Mahayana.

Juga melihat kami berdoa dan bersembahyang di gereja Kathedral maupun di gereja Protestan, di pura-pura Hindu di pulau Bali, di candi-candi Hindu dan Budha di pulau Jawa, di petilasan-petilasan suci aliran Kejawen di pulau jawa dan juga sembahyang di banyak Klenteng / Vihara Tri Dharma.

Kami memang bersujud dan berdoa kepada Sang Budha Gautama, tapi kami tidak bersujud kepada Theravada maupun kepada Mahayana, Ekayana, Sutrayana, Tantrayana atau yana yang lain.

Oleh karena itu kami juga tidak terikat oleh aturan dan ajaran spesifik mereka.

Begitu juga kami berdua bersujud dan berdoa kepada Yesus Kristus, kami tidak bersujud kepada gereja katholik maupun kepada gereja protestan. Oleh karena itu kamipun tidak terikat oleh aturan-aturan gereja Katholik maupun ajaran dan aturan ritual gereja Protestan. Begitu juga untuk aliran Tao, Hindu, Kejawen dan lain-lain.

Banyak petilasan suci dan keramat suci dari banyak aliran kami kunjungi untuk beribadah dan kami banyak mendapatkan wejangan, penjelasan dan pelajaran-pelajaran mengenai perjalanan hidup, makna hidup dan laku spiritual Yang diberikan oleh banyak roh suci dan tokoh suci. Seperti Dewi Kwan Im, Dewa Hian Thian Siang Tee, Eyang Semar, Kanjeng Ratu Kidul para Budha, para Bathara dan lain-lain.

Di dalam buku ini saya hanya memilihkan beberapa kasus untuk menunjukkan kebijaksanaan para roh suci dan para dewa yang begitu tinggi. Roh suci dan para dewa tidak selalu memberikan yang sebenarnya, tetapi selalu yang terbaik untuk manusia.

Buat apa kebenaran kalau tidak membawa kebaikan.

Juga beberapa wejangan yang kami terima dari para roh suci di tempat-tempat yang kami kunjungi bersama rombongan. Seperti di Jumprit, Parang Tritis, Jambe Pitu dan lain-lain.

Wejangan mengenai perlunya wadah persaudaraan dalam sesama pelaku spiritual, agar kalau ada kesalahan atau penyimpangan segera dapat diketahui.

Kesalahan sendiri sulit untuk diketahui atau disadari, orang lain yang lebih tahu. Perlunya guru-guru roh yang lain disamping guru roh yang sudah ada, sebab dalam laku spiritual, seseorang membutuhkan bermacam-macam bekal sesuai dengan misinya masing-masing.

Perlunya fondasi spiritual yang pembentukannya dapat diperoleh dari roh suci dan dewa tertentu.

Perlunya “membersihkan diri” yang dapat diperoleh di tempat tertentu dengan memohon kepada roh suci yang bersemayam disitu.

Perlunya petunjuk dan nasehat dari para guru roh agar dapat menemukan “jalan kebenaran”, jalan yang perlu ditempuh oleh seorang pelaku spiritual. Dan supaya tidak sesat ke jalan non-Ilahi tanpa disadari.

Kesemuanya ini tentu tidak mudah untuk diketahui.

Pertama perlu pengertian spiritual dan pemahaman spiritual yang harus dibina setahap demi setahap, yang umumnya membutuhkan waktu yang lama.

Kedua, perlunya mempunyai sarana untuk dapat berkomunikasi dengan guru roh, walau awalnya harus dengan sarana komunikasi searah yang sangat sederhana, baru kemudian setahap demi setahap ditingkatkan.

Komunikasi yang lebih mudah dan efektif adalah kalau anda dapat memohon petunjuk dan nasehat kepada para dewa di Kelenteng Tri Dharma dengan memakai sarana pak-pwee. Sarana umat untuk dapat bertanya sendiri kepada para dewa hanya ada di Kelenteng / Vihara Tri Dharma.

Maka beruntunglah mereka yang masih mau memakai sarana ini.

Bagi seorang pelaku spiritual yang telah mempunyai kemampuan supranatural, baik berupa mata gaib maupun telinga gaib, petunjuk, nasehat dan ajaran dari guru roh dapat cepat diterima dan dimengerti.

Diujung tulisan ini saya berikan contoh beberapa ajaran Sang Budha yang diterima oleh Mira, seorang ibu rumah tangga yang mempunyai pengelihatan dan kemampuan dialog dengan gaib yang sangat prima.

Bagi yang belum memiliki kemampuan berkomunikasi dengan para dewa dan roh suci, kami muat beberapa diagram prosedur bertanya untuk beberapa keperluan.

Semoga semuanya dapat bermanfaat dan membantu anda menemukan jalan keluar masalah yang sedang anda hadapi. Silahkan ikuti semua informasi yang ada dalam buku ini.


BAB.I SEMAR SIAPA dan ADA DIMANA

Pada bulan Maret 1995, di Taman Mini Indonesia Indah, saya dan istri menghadiri seminar dengan judul “Semar Siapa dan Ada Dimana”. Hadir dalam seminar ini adalah para undangan dari berbagai kalangan, seperti para sastrawan dan budayawan, para dalang wayang, para spiritualis dan paranormal serta para pemerhati metafisika.

Masing-masing golongan mengemukakan dan memberikan pendapat serta penjelasan mengenai tokoh Semar ini.

Secara garis besar dapat saya singkat seperti ini :

1. Golongan sastrawan dan budayawan mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya ditemukan dalam cerita klasik Maha Bharata, dari kebudayaan Hindu di India. Di dalam naskah asli Maha Bharata di India, tokoh Semar dan punakawannya Petruk, Gareng dan Bagong ini tidak ada. Jadi tokoh Semar dalam kisah Maha Bharata versi pewayangan tanah Jawa ini adalah rekayasa manusia. Tokoh buatan manusia di Jawa.

2. Golongan dalang-wayang mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya ada di dalam pakem pewayangan wayang-purwa. Jadi tokoh Semar memang ada di pakem wayang-purwa.

3. Golongan spiritualis dan paranormal mengatakan bahwa mereka pernah bertemu dan berdialog dengan tokoh Semar ini, pernah menerima wejangan dan lain-lain dari beliau. Jadi tokoh Semar memang ada.

Suatu diskusi yang sangat menarik. Saya dan istri mengikuti dengan seksama semua versi penjelasan dan pemahaman yang mereka kemukakan. Tetapi saya dan istri mempunyai versi pemahaman sendiri.

Eyang Semar, demikian kami berdua menyebut beliau. Eyang Semar adalah salah satu dari Guru Roh saya, juga Guru Roh istri saya. Jadi kami berdua sudah sering bertemu dan menghadap beliau untuk menerima pelajaran dan bimbingan dalam laku spiritual yang kami jalani.

Suatu hari di dalam meditasi, Eyang Semar hadir memberikan pelajaran dan bimbingan spiritual kepada kami berdua. Pada kesempatan itu kami menanyakan pada beliau, Semar siapa dan ada dimana. Beliau menjawab : “Itu adalah urusan gaib, kalian tidak perlu tahu.”

Tentu saja jawaban seperti ini belum membuat kami puas, rasa ingin tahu kami tentang tokoh Semar masih tetap menggoda kami untuk bertanya lagi.

Pada suatu waktu dimana ada kesempatan untuk bertanya, kami menanyakan lagi kepada beliau, Eyang Semar menjelaskan :

 “Kalau ada jurnalis menulis tentang kalian berdua, maka dia akan menulis apa saja yang dilihat, didengar dan diketahui oleh panca indranya. Tetapi kalau yang menulis tentang kalian berdua adalah seorang spiritualis yang mempunyai indra ke-enam, maka dia akan menulis apa saja yang dia ketahui melalui panca indranya, juga melalui indra ke-enamnya. Jadi dimensi gaib dan tokoh gaib yang ada di sekeliling kalian akan ikut ditulis. Apakah sekarang kalian sudah mengerti mengapa pada versi India dan versi Jawa berbeda?”

Semua penjelasan Eyang Semar ini juga belum membuat saya dan istri berhenti untuk mencari tahu, siapa tokoh Semar ini? Setelah berselang lama sejalan dengan laku spiritual yang kami jalani, sejalan dengan peningkatan pemahaman spiritual yang kami dapat, kami berdua memohon penjelasan lagi kepada Guru Roh kami Eyang Semar. Inilah penjelasan beliau :

- Aku ini adalah pembantunya Gusti Allah.
- Akulah yang paling tahu “kehendak Allah” untuk manusia.
- Tugasku adalah mengasuh para satria yang sedang menjalankan tugas “kebenaran Allah”.
- Aku dapat memakai “jati diri” siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
- Wujudku dapat menjadi putri yang cantik sampai raksasa yang mengerikan.

Apakah kalian sudah mengerti?
Selesai Eyang Semar menjelaskan, kami berdua menitikkan air mata karena terharu, berbahagia dan bersyukur, bahwa di dalam kehidupan ini Eyang Semar berkenan membimbing kami dalam laku spiritual yang kami tempuh sebagai salah satu dari Guru Roh kami.

Sedikit tambahan untuk penjelasan :

1. Kami berdua bersama teman-teman berjumlah 9 orang membuat sanggar spiritual di salah satu rumah teman tersebut. Di ruang kami berkumpul pada dinding depan akan dipasang sebuah wayang tokoh Semar. Eyang Semar memang sering hadir dalam memberikan bimbingan dan wejangan spiritual. Pada suatu kesempatan seluruh anggota sanggar ingin mendapat nasehat mengenai sebuah wayang Semar yang akan dipasang dalam ruangan tersebut. Apakah sebaiknya dipasang wayang Semar dengan jati diri seperti di pemakaman atau seperti tokoh semar dengan jati diri sosok Resi Badramaya atau Begawan Ismaya.

Eyang semar menjelaskan, “Jati diriku tidak penting, akan tetapi jati diriku yang sudah banyak dikenal secara merakyat adalah sebagai Semar dan punakawannya, maka pakailah jati diri Semar sebagai punakawan.”

2. Eyang Semar adalah Roh Suci dari tingkat langit yang tinggi sekali atau dari tingkat Nirvana yang tinggi sekali. Roh Suci ini turun di tanah Jawa sebagai tokoh Semar. Roh Suci ini juga pernah turun di Mesir, di Timur Tengah, di India dan di negri Tiongkok dengan jati diri yang berbeda dan di jaman yang berbeda pula.

3. Jati diri tokoh Semar banyak dipalsu oleh makhluk gaib non Illahi atau makhluk gaib jenis jin. Jadi sebaiknya selalu waspada, hati-hati dan teliti dalam memasuki alam gaib dan bertemu dengan tokoh Semar.


Penulis : Herman Utomo & Silvie Utomo
Sumber : spiritualuniversal.blogspot.com

No comments :

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

close