-->

Monday, 28 July 2014

Membalas Kebencian Dengan Welas Asih Oleh Master Hui Hai

Membalas kebencian bukan dengan kebencian, melainkan dengan welas asih. Suatu ajaran Buddha yang sangat mulia. Mengucapkannya sangat mudah, tapi menjalankannya agak sulit. Bisa dilakukan jika kita mau melatih belas kasih yang kita miliki.

Master Hui Hai berbagi tips kepada kita bagaimana cara membalas kebencian dengan welas asih. Master Hui Hai adalah pendiri Dharma Buddhist University, Malaysia. Ia menyampaikannya dalam Dharma talk di Vihara Guna Dharma, Jl. Tiang Bendera I No. 69, Jakarta Barat pada Jumat malam (23/5/2014). Ia didampingi oleh Chau Ming sebagai penerjemah.

Master Hui Hai memulai dengan menekankan pentingnya ilmu. Ilmu terapan (pendidikan) dipakai dalam pekerjaan demi penghidupan yang layak, namun untuk hidup yang bahagia kita perlu ilmu yang namanya kebijaksanaan. Buddha mengajarkan kita untuk mencapai hidup bahagia, oleh karena itu kebijaksanaan perlu kita raih.

Gadis Muda ini Memilih Untuk menjadi Bhiksuni Setelah Lulus Kuliah

Bodhi-prajna.blogspot.com


Berusia muda, sedang meniti karir yang gemilang, dan cantik, namun Ma Ying yang lahir tahun 1988, justru memilih untuk menjadi seorang bhiksuni. Dunia maya terkejut ketika membaca kisahnya dan melihat foto dirinya yang anggun dan tenang dalam jubah bhiksuni di jejaring sosial Sina Weibo.

Atthasila Membuat Kita Mudah Menghadapi Hidup Oleh Bhikkhu Jotidhammo

Orang yang hidup sederhana adalah orang yang mudah dilayani, mudah diladeni karena hidupnya tidak neko-neko, tidak macam-macam. Ia akan mudah menghadapi hidup karena lebih bisa menerima segala kondisi tanpa mengeluh. Dan sikap mental seperti itu bisa diperoleh dengan melakukan latihan Atthasila. Oh ya?

Ya! Itulah yang dijelaskan oleh Bhikkhu Jotidhammo kepada 710 peserta pelatihan Atthasila dari Jawa Tengah dan DIY dalam acara “Atthasila Asadha Puja 1000 Upasaka Upasika” pada tanggal 20 Juli 2014 lalu di Vihara Mendut, Magelang, Jawa Tengah.

Atthasila terdiri dari delapan sila (moralitas). Pelatihan diri ini lazimnya dijalankan oleh umat Buddha pada saat uposatha, yaitu saat bulan gelap, bulan terang, bulan setengah gelap, dan bulan setengah terang; atau tanggal 1, 8, 15, dan 23 tiap bulan kalender lunar.

Doa Bisakah Terkabul? Oleh Yan Saccakiriyaputta

Hidup ini tidak memuaskan. Ada saja yang kita rasa masih kurang kita miliki; harta, rezeki, berkah, sandang-pangan, pekerjaan, kesehatan, keamanan, keturunan, keselamatan, kebahagiaan, dll. Sesungguhnya semua itu bisa kita dapatkan dengan melakukan suatu usaha, dengan membuat sebabnya, karena manusia memang memiliki potensi untuk itu. Manusia bukanlah makhluk lemah dan ringkih, sehingga untuk memenuhi segala kebutuhannya harus mengharapkan belas kasihan makhluk lain.

Menurut agama Buddha, manusia bukanlah wayang golek, yang segala sesuatunya diatur dan digerakkan oleh Pak Dalang/Sutradara. Tak ada makhluk lain yang ikut mengatur persoalan nasib seseorang. Namun karena terbelenggu oleh ketidaktahuan, manusia tidak dapat melihat dan merealisasikan potensi yang ada pada dirinya. Mereka lebih suka memohon dan meminta kepada para dewa, sebagai jalan pintas untuk memenuhi segala keinginannya, tanpa mau bersusah payah. Apalagi bila dalam memohon itu dipersembahkan sajian yang mewah dan mahal, maka dianggap akan lebih mempercepat terkabulnya permintaan mereka. Tindakan memohon dan meminta kemurahari hati para Dewa atau Maha Dewa untuk sesuatu inilah yang umum disebut Berdoa.

close